WELCOME 3:)

LETS ROCK WITH THE WORLD
MAKING WORLD KNOW WHO US
and SHOWING REASON for OUR EXISTENCE

Total Pageviews

Saturday, February 5, 2011

Case Review Case 6 DIABETES MELLITUS

Case VI
DIABETES MELLITUS

Learning Objective:
1. Explain the Collection of Urine
2. Explain Special Urine Collection Tehnique
3. Explain Urine Storage and Preservation
4. Explain the collection of Cerebrospinal Fluid, Synovial Fluid, Pleural, Pericardial, Peritoneal Fluid
5. Explain the Specimen Transport
6. Explain the Component of Basic (routine) Analysis
7. Explain the examination of Urine Sediment
8. Explain the examination of Cerebrospinal Fluid
9. Explain the examination of Synovial Fluid
10. Explain the examination of Pleural Fluid
11. Explain the examination of Pericardial Fluid
12. Explain the examination of Peritoneal Fluid
13. Perform Routine Analysis

































LI 1. DIABETES MELLITUS


Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
• defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2]
• defisiensi transporter glukosa.
• atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.
Gejala umum
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
• poliuria - sering buang air kecil
• polidipsia - selalu merasa haus
• polifagia - selalu merasa lapar
• penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
• gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
• gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
• gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[6]
• gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
• rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2]
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat mempengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.
Penyebab
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[10]
Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[11] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[12] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[13] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[14] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[14] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[15]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[16] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[14] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[14] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[17]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[18], lipodistrofi,[14] dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.[rujukan?] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[rujukan?] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[19] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[20][21]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[22] pada otot lurik.[23][24] Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[25] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[26] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[27] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[28][29][30]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[31]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:[32]
• peningkatan mRNA glukokinase,
• peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
• peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
• peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[33]
• penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
• penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
• penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase
• penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
• meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
[sunting] Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[34] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]
Hipoglikemi
Penanganan
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[6]

LI 2. URINE FORMATION
Pada orang dewasa normal, kira-kira 1200 mL darah disaring oleh ginjal setiap menit, yang merupakan sebanding dengan sekitar 25% dari cardiac output. Glomerulus (jmlah normalnya setidaknya 1 juta untuk setiap ginjal) menerima darah melalui arteriol afferent dan ultrafiltrasi dari plasma melewati dari setiap glomerulus ke kapsula Bowman. Dari sini hasil filtrasi melewati tubulus dan saluran-saluran pengumpulan tempat me-reabsorpsi atau sekresi dari berbagai substansi dan konsentrasi urin terbentuk pada akhirnya. Glomerulus normalnya memfiltrasi sekitar 180 L dalam 24 jam yang dapat mengurangi 1-2L, tergantung pada status dehidrasinya. Urin terbentuk dalam ginjal melewati dari renal pelvis, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal mengambil bagian dalam beberapa fungsi regulasi. Melewati filtrasi glomerulus dan tubular sekresi, banyak produk pembuangan dieliminasi dari tubuh termasuk produk nitrogen dari katabolisme protein dan antara organik dan anorganik asam dan basa. Cairan, elektrolit (termasuk sodium, potassium, calcium, dan magnesium), dan status asam-basanya dapat diatur dalam homeostasis. Selanjutnya, ginjall melakukan regulasi hormon penting dengan memproduksi eritropoietin dan renin, serta aktivitas vitamin D. Setiap kesalahan fungsi pada ginjal atau penyakit sistemik dapat terlihat pada perubahan urin secara kimia atau sitologi.


LI 3 Urine Collection
Types of urine specimens:
Apabila lebih dari 24 jam, komposisi dan konsentrasi urin akan berubah secara bertahap. Oleh karena itu, beberapa macam dari specimen diambil dengan cara :
* First morning specimen : Sangat penting dan berkualitas karena lebih berkonsentrasi, pH rendah dan mudah untuk mendeteksi abnormalitasnya, karena terbebas dari pengaruh makanan atau minuman dan perubahan akibat aktivitas fisik. First morning specimen itu diambil langsung setelah kita bangun saat sebelum sarapan atau melakukan aktivitas. Biasanya untuk tes kehamilan.
* Single random specimen: Dapat diambil kapanpun, saat siang hari atau malam hari.
* Timed short-term specimens: Pengkoleksian urin saat 2 jam sebelum makan dan 2 jam sesudah makan, dilakukan untuk uji glukosa.
* Timed long term specimens: Seluruh urin selama 24 jam dikumpulkan. Biasanya diberi pengawet, digunakan untuk uji keratin.
* Catheterized specimen or specimen from an indwelling catheter: Pemasangan kateter. Contoh: pasien kurang dapat mengontrol pengeluaran urinnya dan biasa dilakukan pada pasien koma.
* Double voided specimens (test for sugar and acetone)
* Clean-catch (midstream) specimen untuk urine culture dan cytological analyses (uji microbiology)
* Suprapubic aspiration: diambil melalui dinding abdominal (bagian atas di simpisis pubic). Dilakukan apabila ada penyumbatan di saluran kencing.
24-hour urine specimen sangat penting bagi tes diagnostic karena dapat menunjukan bagaimana ginjal berradaptasi dengan perubahan kebutuhan fisiologi dalam kurun waktu yang lama. Substansi yang dikeluarkan dari ginjal tidak di ekskresikan dengan rate dan jumlah yang sama selama siang dan malam; maka, random urine specimen tidak dapat secara akurat membantu tes diagnostic. Untuk mencegah kerusakan dari komponen-komponen pada urin, urin haru ditambahkan preservative atau dimasukkan ke dalam kulkas.
Collection of specimens:
Pemeriksaan lab membutuhkan setidaknya 10ml urin untuk routine urinalysis.Untuk wanita, pengumpulan midstream urine dapst terkontaminasi oleh vaginal secretions atau menstrual flow. Mengelap genitalia dengan sterile wipe dapat mengstimulasi voiding reflex pada bayi. Berbagai wadah untuk menyimpan urin dapat disimpan pada genitalia bayi atau anak kecil. Cotton ball di dalam popok dapat digunakan untuk pengkoleksian urin untuk tes dipstick. Urin harus disimpan di dalam container yang steril. Urin harus dipakai untuk pemeriksaan dalam kurun waktu 2 jam, apabila lebih dari 2 jam akan menjadi alkalin karena bacteria akan memecah urea menjadi ammonia dan mengganggu kadar pH nya.
LI 4 Urine Storage and Preservation

Penyimpanan dan Pengawetan Urin sama – sama memiliki tujuan penting untuk menjaga integritas urin dan mencegah pertumbuhan mikroba pada urin tersebut . Pencegahan tersebut dilakukan dengan menyimpan langsung spesimen urin yang baru dikumpulkan kedalam refrigrator , dan jika dibutuhkan tambahkan bahan – bahan kimia untuk pengawetannya . Dalam penyimpanan urin, sebaiknya urin disimpan pada suhu 4°C dalam refrigrator dan urin tersebut dimasukkan terlebih dahulu kedalam botol tertutup untuk memperkecil perubahan susunan urin oleh kuman – kuman . Idealnya spesimen tersebut harus dikirim ke laboratorium dan dianalisis dalam waktu 1 jam setelah pengumpulan .

Bahan yang digunakan sebagai pengawet :

a. Sodium Florida : Digunakan untuk tes glukosa , menghambat pertumbuhan
bakteri dan mencegah glikolisis sel .
b. Formalin : Mengawetkan elemen – elemen dalam urine .
c. HCL : Mengawetkan kalsium untuk tes phosporus .
d. Boric Acid : - Mengawetkan elemen urin seperti estriol dan esterogen
selama lebih dari 7 hari .
- Mengawetkan Kreatinin, Asam urat, Glukosa
- Mempertahankan pH dan mengawetkan protein .
e. Sodium Carbonate : Mengawetkan Porphyrin, urobilin .
f. Toluena : Menghambat perombakan urin oleh kuman dan baik dipakai
untuk mengawetkan glukosa .
g.Thymol : Mempunyai daya awet seperti Toluena
h.Natrium Carbonate : Mengawetkan Urobiinogen jika hendak menentukan
ekskresinya per 24 jam .
i.Asam Sulfat Pekat : Mengawetkan Urin untuk penetapan kuantitatif kalsium,
nitrogen, dan zat organik lain .
j. Formaldehyde, mercury, benzoate : Meningkatkan berat jenis urin

LI 5 Cerebrospinal fluid
Pada orang dewasa jumlah total cairan serebrospinal sekitar 90-150mL, sekitar 25mL terdapat pada ventrikel dan sisanya terdapat di dalam ruangan subarachnoid. Dalam satu hari sekitar 500mL serebrospinal diproduksi atau 0,3-0,4 mL/menit, pergantian volume total serebrospinal setiap 5-7 jam. Sedangkan pada neonatal volume bervariasi dari 10-60mL. Sekitar 70% CSF berasal dari ultrafiltrasi dan sekresi dari choroid plexus, sisanya dari lapisan ventricular ependymal dan celah serebral subarachnoid.
Penelitian dye-exclusion (tryphan blue) menemukan konsep dari blood-brain barrier (BBB)berupa intercellular tight junction (zonula occludens) yang terdapat pada kapiler endothelium, selain itu terdapat juga blodd-CSF barrier (BCB) berupa choroid plexus atau choroid ephitelium, dimana satu lapis sel choroidal ependyma yang khusus terhubung dengan tight junction pada fenestrated kapiler.
Secara fisiologi, barrier ini mengatur regulasi osmolarity pada jaringan otak dan CSF, dan juga mengatur tekanan dan volume pada intracranial.
Secara biokimia, BCB bersifat permeable terhadap substansi larut air namun non-permeable terhadap substansi larut lemak, hal yang sebaliknya terhadap BBB.
Ion-ion pada CSF seperti H+, K+, Ca2+, Mg2+, bicarbonate dan lain-lain diregulasi secara ketat oleh system transport yang spesifik, sedangkan glukosa, urea, dan keratin dapat difusi secara bebas namun mebutuhkan waktu sekitar 2jam untuk seimbang. Protein masuk dengan cara difusi pasif yang tergantung pada gradien konsentrasi pada plasma-CSF dan berbanding tebalik terhadap berat molekul dan hemodinamik volume.
Fungsi CSF : - sebagai physical support untuk otak.
-sebagai pelindung dari efek perubahan mendadak dari tekanan darah.
-pengganti fungsi system lymphatic yang tidak ada di otak, seperti ekskresi.
-sebagai saluran transportasi factor yang dilepaskan oleh hypothalamus ke otak tengah.
-mempertahankan homeostatis ion pada system saraf pusat.
Sirkulasi CSF.
CSF yang dibentuk di choroid plexus mengalir melalui system ventricular, lalu melalui foramen magendie dan luschka menuju basal cisterns. Selanjutnya sirkulasi menuju ruang spinal subarachnoid, mengelilingi cereblum beserta permukaannya lalu menuju ke tempat absorbsiCSF yaitu arachnoid villi yang banyak terletak pada superior sagital sinus dan pada spinal. Aliran CSF di arachnoid villi terjadi satu arah yaitu dari ruang subarachnoid menuju vena kompartemen dengan mekanisme katup.

Serebrospinal dapat diperoleh dengan beberapa teknik, namun pada umumnya teknik yang digunakan adalah lumbar puncture. Teknik lain seperti suboccipital puncture memiliki tingkat komplikasi yang tinggi, sehingga dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Pengambilan CSF biasanya dari tulang belakang di antara tulang yang ke 3, 4 atau 5 sebanyak 20mL. Pengambilan CSF harus diawali dengan pengukuran tekanan CSF dengan menggunakan manometer. Tekanan CSF berubah-ubah sesuai dengan perubahan postur tubuh, tekanan darah, valsava maneuver dan factor-faktor lainnya. Contoh, pada orang dewasa normal tekanan pembuka dalam posisi lateral decubitus dengan kaki dan leher pada posisi normal sekitar 90-180mm. Tekanan CSF yang meningkat menunjukan pasien dalam keadaan tegang bersamaan dengan gagal jantung congestive, meningitis, superior vena cava syndrome, thrombosis pada sinus vena, cerebral edema, mass-lesions, hypo-osmolality, atau terjadi penghambatan absorbs CSF. Sedangkan peningkatan tekanan pembuka menunjukan kelainan yang hanya terjadi pada cryptococcal meningitis dan pseudotumor cerebri. Penurunan tekanan CSF dapat dikarenakan penyumbatan pada spinal-subarachnoid, dehidrasi, circulatory collapse dan CSF leakage. Penurunan tekanan setelah pengambilan 1-2mL CSF mungkin dapat disebabkan herniation, penyumbatan spinal pada daerah puncture dan tidak ada cairan yang dapat diambil lagi. Dalam pengambilan CSF, tidak hanya perlu memperhitungkan jumlah cairan yang akan diambil, tapi juga dibutuhkan clinical history seperti di daerah mana CSF tersebut diambil. Dalam melakukan CSF specimen, cairan yang diambil dapat dibagi menjadi 3bagian dengan tube yang berbeda-beda, yaitu :
- No.1 untuk penilitian kimia dan immunologi.
- No.2 untuk penilaian mikrobiologi.
- No.3 untuk penghitungan jumlah sel dan diferensial. Tube bagian ini diberikan kepada cytology jika pasien suspect malignancy.
Namun pembagian tube ini dapat berubah sesuai kondisi, contoh jika terjadi hemorrhage pada tube pertama dikarenakan traumatic puncture, maka tube ketiga dialih-fungsikan sesuai dengan tujuan utama pemeriksaan, contoh jika pasien suspect multiple sclerosis, maka tube 3 digunakan untuk meneliti proteinnya, dan tube pertama tidak digunakan walaupun untuk meneliti mikrobiologi, karena mungkin sudah terkontaminasi bakteri kulit. Specimen harus dengan cepat dibawa ke laboratorium dan diteliti untuk menghindari degradasi organel, dan harus berlangsung tidak lebih dari 1jam dari pengambilan. Penggunaan refrigerator pun kontraindikasi terhadap specimen collection, dikarenakan organisme fastidious seperti Haemophillus Influenzae, Neisseria Mengitidis tidak akan bertahan.
Indikasi pada lumbar puncture dibagi menjadi 4 kategori penyakit major, yaitu infeksi meningeal, subarachnoid hemorrhage, CNS malignancy, penyakit demyelinating. Namun indikasi CSF lebih diperlukan dan penting untuk infeksi meningitis. Sedangkan untuk penyakit lain, cenderung untuk menyediakan fakta-fakta suportif diagnosis klinik.

CSF examination.
1. Gross examination.
Normal : bersih dan tidak berwarna, kekentalan seperti air.
Turbidity : leukocyte >200 sel/µL, eritrocyte >400 sel/µL.
Penggumpalan : traumatic tap, complete spinal block, suppurative dan tubercolous meningitis.
Viscous :metastatic mucin-producing adenocarcinoma, cryptococcal adenocarcinomas.
Xanthochromia : warna supernatant pada saat CSF telah disentrifugasi menjadi merah muda pucat sampi kuning, atau warna lain seperi ;

Selain itu xanthochromia dapat terjadi juga karena oxihemoglobin yang berasal dari pecahnya RBC dikarenakan kontaminasi detergen dari jarum atau collecting tube, dan dapat juga dikarenakan jeda lebih dari 1 jam tanpa dimasukkan ke dalam refrigerator sebelum terjadinya penilaian, dan juga dikarenakan kontaminasi merthiolate disinfectant.
Perbedaan antara hemorrhage yang terjadi akibat traumatic trap dengan yang terjadi akibat patologis adalah ; pada traumatic trap, cairan hemorrhage terlihat jelas antara collection tube pertama dan ketiga, tetapi pada subarachnoid hemorraghe seragam.
2. Microscopic examination.
Jumlah total sel : leukocyte : normal 0-5 sel/µL, neonates <30 sel/µL. Differential count : teknik Wright’s-stained smear. Normal pada dewasa lymphocytes : monocytes = 70:30, pada anak-anak monocyte lebih banyak, hingga 80%. Peningkatan neutrophil  bacterial meningitis. Peningkatan lymphocytes  viral dan Tb meningitis. Peningkatan eosinophil  parasit dan fungal infeksi. 3. Chemical examination. Konsentrasi total protein dari plasma <1% blood level (15-45 mg/dL) Peningkatan CSF protein : -peningkatan permeabilitas BBB (meningitis, hemorrhage) - penurunan resorption pada arachnoid villi. - mechanical obstruction (tumor) - peningkatan intrathecal immunoglobin synthesis ( Guillain-Barre synd, multiple sclerosis) -Teknik : turbidimetric, colorimetric. Jumlah glukosa darah pada saat berpuasa sekitar 60% dari plasma (50-80 mg/dL). Hypoglycorrhacia menandakan bacterial, tuberculous dan fungal meningitis. Enzim : - lactate dehydrogenase normal <40U/L, meningkat pada bacterial meningitis. - Creatine kinase (CK) normal < 5U/L, meningkat pada demyelinating disease, seizures, stroke, malignant tumors, meningitis dan head injury. 4. Microbiological examination. Teknik gram stain. Meningitis : -bacterial (group B streptococcus dan gram negative rods) -viral (enteroviruses/polioviruses) -fungal (Cryptococcus pada pasien AIDS) -tuberculous. Bacterial Viral Tubercular Fungal WBC Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Sel Neutrophil Limphocytes Limphocytes & monocytes Limphocytes & monocytes Protein elevated Marked Moderate Moderate to marked Moderate to marked Glukosa Menurun Normal Menurun Sedikit menurun Synovial fluid Merupakan cairan kental yang terdapat pada ruang antar sendi. Berasal dari ultrafiltrasi plasma yang berkombinasi dengan asam hyaluronik yang diproduksi oleh sel synovial, jumlah normalnya kurang dari 3,5mL. Memiliki molekul dan ion kecil dengan konsentrasi yang sama dengan yang ada pada plasma, sedangkan molekul yang besar tidak ada atau jumlahnya hanya sedikit. Fungsi : - sebagai pelumas dan bahan perekat. -menyediakan nutrisi untuk avascular articular cartilage. Specimen collection dengan cara arthrocentesis. Antikoagulan oxalate, lithium, heparin dan EDTA dapat membentuk crystal yang akan membuat kekeliruan pada saat microscopic examination, sehingga tidak dapat digunakan. Specimen : -microbiological : 3-10mL dengan menggunakan heparinized tube atau syringe. -microscopic examination : 2-5mL dengan mengguanakan anticoagulant tube (sodium heparin atau liquid EDTA) -chemical analysis : 5mL dengan mengguanakan tube tanpa anticoagulant.Walaupun terdapat fibrinogen, synovial fluid pada keadaan normal tidak memiliki gumpalan. -culture : 1-2mL jika menggunakan green top heparin tube, dengan heparin 143U/tube. Laboratory examination terhadap synovial fluid sangat diperlukan untuk diagnosis penyakit sendi, terutama pada infeksi arthritis dan yang dikarenakan oleh crystal. Pada pasien suspect, harus dilakukan arthrocentesis dan systematic examination pada synovial fluid, walaupun pada beberapa penyakit sendi tidak memungkinkan adanya diagnosis yang lebih spesifik, namun penanganan penyakit sendi harus dilakukan secara cepat dikarenakan kerusakan pada sendi yang bersifat irreversible dapat terjadi hanya dalam satu hari saja. Gross examination : -total volume. -warna : dievaluasi dengan menggunakan clear glass tube dengan background berwarna putih. Keadaan normal, synovial tidak berwarna namun terkadang berwarna kuning pucat yang dikarenakan oleh diapedesis RBC yang dikarenakan trauma menengah. Pada infalmasi atau noninflamasi, biasnaya berwarna kuning terang hingga kuning (xanthochromia). Cairan septic berwarna kuning, cokelat, atau hijau berdasarkan chromagen yang produksi oleh organisme yang menyerang dan respon host, dan juga munculnya WBC dan RBC. -kejernihan : berdasarkan jumlah dan type dari partikel yang ada di synovial. -normal : transparan. -leukocyte : translucent. -banyak crystal : buram. -banyak crystal kolesterol : seperti susu. Microscopic examination : Menghitung jumlah sel 1 jam setelah melakukan arthrocentesis. Menggunakan hematocytometer atau automated cell counter. Inkubasi menggunakan hyaluronidase. Jumlah normal <150-200/µL. Differential count : Normal : neutrophils 20%, lymphocytes 15%, monocyte & macrophage 65%, eusonophilia 2% Elevated : -neutrophils : inflamasi, gout, RA. -lymphocyte : early RA, infeksi kronis. -monocyte : viral infection. -eusonophilia : RA, metastatic carcinoma, parasitic infection. Crystal examination : adanya crystal pada synovial menunjukan terjadinya inflamasi akut dengan peningkatan WBC dan neutrophils-predominant infiltrate. Gout menunjukan terjadinya penggumpalan crystal pada jaringan artikular. Inflamasi respon dari penggumpalan crystal adalah gouty arthritis. Endogen crystal yang paling sering mengakibatkan gouty arthritis adalah monosodium urate monohydrate, calcium pyrophosphate dihidrate, apatite, basic kalsium phosphate, kalsium oxalate, dan lipid. Selain basic calcium phosphate, semua endogen crystal dapat diamati dengan polarized light microscope. -Monosodium urate monohydrate (MSU) : karakteristik dari urate gout akut dan inflamasi pada septic arthritis. -calcium pyrophosphate dihidrate : degenerative arthritis, dan juga arthritis dengan hypomagnesemia, hemochromatosis, hyperparathyroidism, dan hypothyroidism. Mucin clots test. Merupakan penambahan asam acetic pada synofial fluid sehingga membentuk gumpalan mucin. Test ini menggambarkan dilutasi dan depolimerasi dari asam hyaluronic, yang dapat ditemukan pada beberapa imflamasi arthritis. Glukosa. Intrepertasi tepat dari nilai glukosa pada synovial fluid memerlukan perbandingan dengan level serum. Dalam keadaan serum synovial ini berjumlah kurang dari 10mg/dL. Jumlah dari serum ini kurang berguna untuk klinik, dikarenakan satu macam jumlah dapat mencerminkan lebih dari satu macam inflamasi atau kelainan. Protein. Jumlah normal 1,38g/dL. Pengkuran dengan protein synovial fluid tidak spesifik, sensitivitas hanya sekitar 52% dan spesifikasi hanya 56% untuk inflamasi disorder. Total level protein synovial tidak sepenuhnya berguna untuk diagnosis dan treatment. Enzyme. Peningkatan lactate dehidrogenase mencerminkan terjadinya gout, RA, arthroplasties, infeksi arthritis, peningkatan ini biasanya disebabkan infiltrasi neutrophils. Peningkatan acid phosphatase biasanya menunjukan negative prognostic jumlah dari RA, tetapi tidak spesifik. Walaupun analisis enzim pada synovial fluid biasanya tidak berkaitan dengan klinik, namun pengukuran pada beberapa macam hidrolase dapat membantu memprediksi prognosis sendi, terutama RA. Lipid. Keadaan normal, synovial fluid hanya mengandung sedikit konsentrasi lipid dibandingkan dengan plasma. Kolesterol dengan banyak pseudochylous berhubungan dengan RA kronis. Lipid droplets berhubungan dengan trauma. Chylous effusions berhubungan dengan RA, systemic lupus erythematosus (SLE), filariasis, pankreatis, trauma. Lipid tidak memiliki clinical value untuk joint fluid analysis. Dalam kasus ini tingkat kolesterol dibandingkan dengan tingkat pada plasma. Immunologic studies. Sekitar 60% pasien RA, ditemukan rheumatoid factor pada synovial fluidnya, dengan titer yang sama atau lebih sedikit dibandingkan dengan serum titer. Antinuclear antibody (ANA)pada synovial fluid ditemukan sekitar 70% dari pasien SLE dan 20% dari pasien RA. Normalnya komplemen pada synovial fluid hanya sekitar 10% dari serum level, meningkat sekitar 40-70% pada inflamasi, sebanding dengan protein eksudat. Microbiological examination. -gram stain : memiliki tingkat sensitivitas bermacam-macam, sekitar 75% untuk sthapylococcus, 50% untuk kebanyakan gram negative organisme, dan kurang dari 25% untuk gonococcal infections. -culture : memiliki sensitivas sekitar 75-95% untuk nongonococcal infeksi sendi dengan pasien yang tidak menggunakan antibiotic. Untuk pasien gonorrhea hanya sekitar 10-50%. -reaksi polimer chain dengan universal primer : mendeteksi DNA bakteri. -PCR test. -KOH/calcufluor white stain : penilaian synovial fluid untuk pasien yang bekerja sebagai travel atau outdoor untuk mendeteksi fungal pathogen. -synovial biopsy : untuk pasien dengan kronis arthritis dan memiliki resiko factor berupa mycobacterium tuberculosis atau nontuberculosis, dan sangat disarankan untuk suspect tuberculosis arthritis untuk mendapatkan diagnosis yang cepat. -Ziehl-Neelsen atau Kinyoun stain : memiliki sensitivitas sekitar 20% untuk acid-fast organsime. LI 6 PLEURAL, PERITONEAL, and PERIKARDIAL FLUID Pleural Fluid • Pleural cavity adalah rongga potensial yang membatasi antara bagian dalam mesothelium dengan bagian parietal paru-paru.Normalnya,Rongga ini mengandung sejumlah kecil cairan yang memfasilitasi pergerakan dua membran terhadap satu sama lain. • Pleural fluid didapat dari kapiler pada parietal paru-paru yang dihasilkan terus menerus dengan kecepatan yang bergantung pada tekanan hidrostatik kapiler,tekanan onkotik plasma dan permeabilitas kapiler. Kemudian diserap kembali melaui limfatik dan venula pada visceral pleura. • Cairan yang terakumulasi disebut effusi yang dihasilkan dari ketidaknormalan produksi dan penyerapan cairan.Akumulasi cairan pada rongga pleural,pericardial dan peritoneal dikenal dengan effusi serous. Specimen Collection • Thoracentesis di indikasikan untuk effusi paru-paru yang belum terdiagnosa atau untuk tujuan terapi pada pasien dengan effusi simptomatik yang besar. • Untuk EDTA tube (total and differential cell counts) ,spesimen dikumpulkan pada tabung yang di heparinisasi untuk menghindari penggumpalan. • Untuk aerobic dan anaerobic kultur bakteri paling baik ditempatkan pada media kultur darah .Jika dicurigai terdapat keganasan ,infeksi jamur atau infeksi mycobakteri ,semua cairan yang ada (100 ml atau lebih) di kumpulkan untuk memaksimalkan hasil melalui pewarnaan dan kultur. • Spesimen untuk pemeriksaan sitology harus disimpan selama 48 jam pada lemari pendingin untuk hasil yang memuaskan.Untuk pengukuran pH,cairan dikumpulkan secara anaerobik dalam alat semprot yang diheparinisasi lalu di bawa kelaboratorium dalam es. Transudat dan Eksudat • Cairan pleural diklasifikasikan menjadi transudat dan eksudat • Transudat :Peningkatan tekanan hidrosatik atau penurunan tekanan onkotik plasma,misalnya pada congestive heart failure,hepatik cirrhosis dan hipoproteinemia • Eksudat:Peningkatan permeabilitas kapiler dan penurunan penyerapan limfatik,misalnya pada bakterial pneumonia ,tuberkolosis ,viral pneumonia ,metastatic carcinoma,penyakit rheumatik dan Lupus. • Cairan yangh berasal dari luar paru-paru: pancreatitis,pecahnya esophagus dan urinothorax. Reccomended test • Sebelum evaluasi lebih lanjut terhadap serous fluid,penting untuk membedakan antara effusi transudatif dan eksudatif.Beberapa parameter kimia yang digunakan untuk membedakan kedua jenis cairan telah dikembangkan ,meskipun tidak 100% akurat. Laboratory Criteria for Pleural Fluid Exudate Pleural fluid/serum protein ratio ≥ 0.50 Pleural fluid/serum LD ratio ≥ 0.60 Pleural fluid LD ≥ 2/3 upper limit of normal serum Pleural fluid cholesterol > 45 mg/dL
Pleural fluid/serum cholesterol ratio ≥ 0.30
Serum-pleural fluid albumin gradient ≤ 1.2 g/dL
Pleural fluid/serum bilirubin ratio ≥ 0.60

Pleural Effusion : Recommended Tests
Routine tests Useful tests in most patients Useful tests in selected cases
Gross examination Stains and cultures for microorganism Pleural fluid cholesterol
Pleural fluid/serum protein ratio Cytology Pleural fluid/serum cholesterol ratio
Pleural fluid/serum LD ratio Albumin gradient
Examination of Romanowski-stained pH
smear (malignant cells, LE cells) Lactate
Enzymes (ADA, amylase, LD)
Interferon-gamma
C-reactive protein
Lipid analysis
Tumor markers
Immunologic studies
Tuberculostearic acid

Pleural Biopsy
Gross Examination
• Transudat biasanya jernih,kuning pucat hingga kekuning-kuningan,tidak berbau dan tidak menggumpal.Hampir 15 % transudat mengandung sedikit darah(blood tinged) .Effusi pleural yang mengandung darah (hematokrit >1%) menunjukkan adanya trauma,keganasan atau infark pulmonary.
• Eksudat secara kasarnya menyerupai transudat ,tapi memperlihatkan variasi pada kekeruhan dan kesuraman (cloudiness) dan akan menggumpal jika tidak di heparinisasi.Bau sperti feses (fecalent) dapat terdeteksi pada infeksi anaerobik.Spesimen yang keruh,seperti susu,atau berdarah harus diperiksa dengan cara disentrifugasi kemudian memeriksa bagian supernatantnya.
• Jika supernatant jernih,kekeruhannya disebabkan adanya element selular atau debris.
• Jika kekeruhan tetap bertahan setelah sentrifugasi ,terdapat effusi chylous dan pseudochylous.
• Effusi chylous dihasilkan dari kebocoran pada saluran thoraks dari obstruksi oleh lymphoma,carcinoma atau gangguan traumatik.
• Effusi pseudochylous atau chyliform menunjukkan tampilan seperti susu,kehijau-hijauan atau emas(gold paint appeareance).Cairan terakumulasi melalui kerusakan pada lipid selular pada effusi yang berkepanjangan seperti rheumatoid,tubercolosis atau myxedema.

Microscopic Examination
• Penghitungan leukosit : transudat < 1000/µL dan eksudat > 1000/µL
• Penghitungan diferensial leukosit dan sitologi : pemeriksaan dilakukan pada stained smear dan di disiapkan melalui sitosentrifugasi. Filtrasi atau metode konsentrasi automated dengan pewarnaan papanicolaou dapat juga digunakan jika dicemaskan adanya sel yang hilang.
• Dengan analisis sitologi, dapat dihasilkan diagnosis untuk metastatik karsinoma pada 70% atau lebih kasus ketika dilakukan smear dan cell block.
• Mesothelial cell : Umum terdapat pada cairan pleural yang berasal dari proses inflamasi, biasanya ada pada pasien tuberculous, pleurisi, empyema, dan pleuritis rheumatoid. Deposisi fibrin dan fibrosis terjadi pada kondisi ini yang mencegah eksfoliasi sel mesothalial.
• Neutrophil : mendominasi cairan pleural pada pasien dengan inflamasi paru-paru.
• Lymphocytes : biasanya berbentuk kecil, tapi variasi yang medium, lebar, dan reaktif juga dapat terlihat. Pembelahan nukleolus dan inti lebih mencolok terdapat pada efusi daripada darah perifer. Leukosit yang berhubungan dengan transudat tidak memiliki fungsi klinis yang signifikan.
• Eosinophil : jika lebih dari 10%, penyebab utamanya adalah berhubungan dengan adanya darah atau udara pada rongga pleural. Kebanyakan dari eosinophil adalah eksudat dan penyebabnya belum diketahui. Sejumlah kecil mast cell atau basophil juga terdapat pada eosinophil.



Chemical Analysis
• Protein : jumlah protein atau albumin memiliki sedikit nilai klinis kecuali jika dikombinasikan dengan parameter lain untuk membedakan eksudat dari transudat.
• Glukosa : Level glukosa pada cairan normal pleural, transudat, dan eksudat mirip dengan level serum. Penurunan glukosa pada cairan pleural yang masih dapat diterima adalah dibawah 60mg/dL. Rendahnya glukosa pada cairan pleural terdapat pada keganasan tuberculosis, infeksi bakterial non-purulent, lupus pleuritis, dan kebocoran esophageal.
• Lactate : Level lactate cariran pleural dapat berguna pada diagnosis cepat untuk infeksi pleuritis. Jumlahnya lebih tinggi pada infeksi bacterial dan infeksi tuberculous pleural.
• Enzyme : (1) Amilase. Kenaikan level amilase di atas level serum mengindikasikan adanya pankreatitis, kebocoran esophageal, atau efusi keganasan. (2) Lactate dehidrogenase (LD). Levelnya meningkat karena adanya inflamasi dan berguna juga dalam memisahkan eksudat dan transudat. Penurunan level LD selama efusi mengindikasikan proses inflamasi telah berakhir. (3) Adenosine Deaminase (ADA). Banyak terdapat pada limfosit T dan meningkat pada tuberkulosis pleuritis.
• Interferon gamma (INF-gamma) : level INF-gamma pada cairan pleural meningkat secara signifikan pada pasien dengan tuberculous pleuritis. Sensitivitas level dari 3.7 IU/L atau lebih adalah 99% dan spesifitas adalah 98%.
• pH : Pengukuran pH cairan pleural memiliki keakuratan diagnostik paling tinggi dalam mendapatkan prognosis dari effusi parapneumonic (berhubungan dengan pneumonia).Eksudat parapneumonik dengan pH lebih besar dari 7.30 secara umum menunjukkan pengobatan bisa dilakukan hanya dengan terapi saja.Sedangkan pH kurang dari 7.20 mengindikasikan adanya komplikasi effusi parapneumonik yang membutuhkan pembedahan untuk pengeringan.
Urinothorax,sekumpulan urin yang dihasilkan oleh saluran lymphatic dari akumulasi perirenal kedalam rongga pleural yang juga berhubungan dengan pH cairan pleural kurang dari 7.30.Effusi ini bersifat transudatif karena kandungan protein yang rendah ,berbau urin dan memiliki level creatinin yang lebih besar dari serum.
• Lipid:Kadar trigliserida dari cairan pleural diatas 110 mg/dl mengindikasikan adanya effusi chylous,effusi nonchylous dan pseudochylous umumnya memiliki kadar trigliserida dibawah 50 mg/dl dan tidak terdapat chylomicron pada electrophoresis.
• C-reactive protein(CRP):CRP cairan pleural biasanya berguna secara klinis untuk screening test pada penyakit organ,indeks dari aktivitas penyakit dan pengukuran terhadap respon therapy.
• Tuberculosteoric Acid (TSA,10 -methyloc tadecanoic acid) :di isolasi pertama kali dari basilus mycobacterium tubercolosis.Lemak ini merupakan komponen strukrural dari mycobacteria dan normalnya tidak ada pada jaringan manusia.
• Penanda tumor (tumor marker):walaupun tidak direkomendasikan pada tes rutin,berbagai tes penanda tumor sering berguna sebagai tes tambahan pada eksudat inflamasi enigmatik dengan negatif sitology.
Immunologic Studies
• Rheumatid factor (RF) umum ada pada effusi pleural disertai dengan seropositif RA.Walaupun titer cairan pleural adalah 1: 320 atau lebih pada pasien dengan RA yang diketahui adalah bukti yang tepat untuk rheumatic pleuritis
• Peningkatan titer RF hingga 1:1280 di identifikasi pada 41% pasien dengan bakterial pneumonia ,20 % pasien dengan effusi keganasan dan 14 % pasien dengan tuberculosis.
• Antinuclear antibody (ANA)titer dapat berguna pada effusi yang disebabkan lupus pleuritis,sensitivitasnya sekitar 85% menggunakan cutoff titer 1:160.

Microbiological Examination
Bakteri yang biasanya berhubungan dengan effusi parapneumonik adalah staphylococcus aureus,streptococcus pneumonia,beta-hemolytic group A streptococci,gamma-streptococci dan beberapa gram negative bacilli.

Pericardial Fluid
 Jumlah normalnya pada rongga pericardial adalah 10-50 ml yang dihasilkan dari proses transudatif sama seperti cairan pleural.
 Effusi pada umumnya disebabkan oleh infeksi viral,enterovirus.Dapat juga disebabkan dari bacterial,infeksi jamur atau tuberculous,gangguan autoimmun,gagal ginjal ,myocardial infarction,injury mediastinal dan efek dari berbagai obat atau merupakan idiophatic.
Specimen Collectiom
Cairan didapatkan melalui pericardiotomy di ikuti dengan thoracotomy atau melalui pericardiocentesis (aspirasi jarum sterile)

Gross Examination
 Cairan normal berwarna kuning pucat dan jernih.Effusi yang banyak (>350 ml) lebih sering disebabkan oleh adanya keganasan atau uremia atau adanya idiophatic.
 Infeksi atau keganasan biasanya menghasilkan effusi yang keruh sedangkan effusi yang disebabkan uremia, jernih dan kekuning-kuningan.
 Cairan yang mengandung darah yang didapat melalui pericardiocentesis menggambarkan effusi hemmorhagic atau aspirasi yang kurang hati-hati.
 Tampilan seperti susu (milky) mengindikasikan adanya chylous atau pseudochylous effusi.

Eksudat dan transudat
 Sampai saat ini,kriteria untuk membedakan eksudat dari transudat belum dipelajari secra mendalam pada cairan pericardial.
 Test rutin yang dilakukan pada cairan pericardial terbatas pada penghitungan sel,glukosa,protein total,LD,kultur bakteri dan sitology.Tes-tes spesifik lain untuk penyakit dengan kecurigaan klinis yang tinggi.

Microscopic Examination
 Penghitungan total leukosit lebih dari 10.000/µL mengindikasikan adanya bakteri ,tuberculous atau pericarditis ganas.Namun ,kondisi ini dapat juga terjadi pada penghitungan dengan jumlah yang rendah.
 Identifikasi sitologi dari sel yang ganas tidak terlau sulit.Karsinoma metastatic pada paru-paru atau payudara biasanya ditemukan pada effusi pericardial yang ganas.Sitology memiliki sensitivitas 95 % dan Specifitas 100%


Chemichal Analyisis
 Protein:Jumlah total protein tidak memiliki kekuatan diskriminasi dalam diagnosis pericardial.
 Glukosa:Nilai glukosa kurang dari 40 mg/dL (<2.22 mmol/L) umumnya pada bakteri,tuberculous,rheumatic dan effusi keganasan.  pH:Cairan pericardial ditandai dengan penurunan pH (<7.10) pada rheumatic atau pericarditis purulent.Keganasan,uremia,tuberculosis dan gangguan idiophatic memiliki penurunan yang sedang dengan kisaran antara 7.20-7.30.  Lipid:Pemisahan antara chylous dari effusi poseudochylous bisa difasilitasi oleh pengukuran trigliserida dan colesterol.  Enzim: (1) Lactate Dehidrogenase (LD)kadar yang lebih besar dari 2000 u/L diindikasikan adanya cut off dari eksudat perikardial. (2) Adenosine Deaminase, aktivitasnya berguna sebagai tes tambahan untuk perikarditis tuberculous dalam kasus yang mencurigakan dengan pewarnaan acid fast negatif.  Interferon-gamma (INF-gamma) : peningkatan kadar INF-gamma telah dilaporkan pada efusi serous tuberculous, termasuk pericarditis tuberculous.  Polymerase chain reaction (PCR) : lebih spesifik daripada diagnosis perikarditis tuberculous dengan adenosin deaminase. Immunologic Studies Hasil negatif dari tes antinuclear antibodi (ANA) : tidak terdiagnosis lupus serositis. Microbiological Examination • Penting pada bakteri aerobik, termasuk S. Aureus, S. Pneumoniae, S. Pyogenes, Beta-Hemolytic group A Streptococcus, dan gram negatif Bacilli. • Meskipun infeksi perikarditis karena bakteri anaerobic jarang ditemukan karena bakteri sering tidak dikenali karena metode yang tidak konsisten pada isolasi dan identifikasi bakteri. • Organisme anaerobic pada umunya adalah Bacteroides Fragilis group, Anaerobic streptococci, Plostridium species, Fuso bacterium species, dan Bividp bacterium species. • Diagnosis spesifik untuk agen etiologi virus perikarditis umumnya sulit dilakukan karena virus jarang diisolasi dari cairan perikardial. Peritoneal Fluid Ascites adalah akumulasi pathologi yang berlebihan dari cairan pada rongga peritoneal.Lebih dari 50 ml cairan normalnya ada di rongga mesothelial.Dihasilkan sebagai plasma ultrafiltrat yang bergantung pada permeabilitas vaskular,hydrostatic dan gaya starling oncotik. Transudat dan eksudat Etiology of Peritoneal Effusions Transudates : increased hydrostatic Exudates : increased capillary pressure of decreased permeability of decreased Chylous effusions plasma oncotic pressure lymphatic resorpsion infections Congestive heart failure Infections Damage to or obstruction Hepatic cirrhosis Primary bacterial peritonitis of thoracic duct (e.g., Hypoproteinemia Secondary bacterial peritonitis trauma, lymphoma, (e.g., nephrotic syndrome) (e.g., appendicitis, bowel rupture) carcinoma, tuberculosis, Tuberculosis and other granulomas Neoplasm [e.g., sarcoidosis, Hepatoma histoplasmosis, etc.], Lymphoma parasitic infestation) Mesothelioma Metastatic carcinoma Ovarian carcinoma Prostate cancer Trauma Pancreatitis Bile peritonitis  Kriteria laboratorium untuk mengklasifikasikan cairan peritoneal kedalam transudat dan eksudat tidak sebaik pada cairan pleural dan pericardial.  Metode yang paling mendekati dalam membedakan transudat dan eksudat cairan peritoneal adalah serum-gradien albumin ascites(konsentrasi serum albumin dikurang konsentrasi cairan albumin ascitic).Gradien besar dari 1,1 g/dL adalah transudat sedangkan kurang dari 1,1 g/dL adalah eksudat. Specimen Collection  Paracentesis: dilakukan pada pasien dengan ascites yang baru (new ascites) atau jika tidak ada perubahan pada gambaran klinis pasien dengan ascites seperti akumulasi yang cepat dari cairan atau berkembangnya demam.Volume minimum yang dibutuhkan untuk evaluasi lengkap adalah 30 ml sedangkan untuk pemeriksaan sitologi adalah 100 mL.  Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL):Tidak lagi direkomendasikan sebagai teknik rutin pada abdominal trauma.Prosedurnya dengan menempatkan catheter melalui torehan kecil menuju rongga abdomen.Jika kurang dari 15 mL darah yang bisa di dapat,DPL dilakukan dengan pemasukan 1,0 L larutan garam ringer dan mempertahankan cairan dengan penyaluran gravitasi.  Peritoneal Dialysis  Peritoneal washing Recommended Test Recommended Tests in Peritoneal Effusion Useful in most patients Useful in selected disorders Gross examination Total leukocyte and diffferential cell counts Cytology RBC count (lavage) Stains and culture for microorganism Bilirubin Serum-ascites albumin concertration gradient Creatine / urea nitrogen Enzymes (ADA, ALP, amylase, LD, telomerase) Lactate Cholesterol (malignant ascites) Fibronectin Tumor markers (CEA, PSA, CA 19-9, CA 15-3, CA-125) Immunocytology / flow cytometry Tuberculostearic acid Gross Examination  Transudat secara umum berwarna kuning pucat dan jernih sedangkan eksudat keruh karena adanya leukosit,sel tumor atau peningkatan kadar protein.  Kehadiran partikel makanan,benda asing,pewarnaan empedu kuning-hijau pada spesimen DPL menandakan adanya perforasi dari saluran empedu dan gastrointestinal.Pankreatitis akut dan cholecystitis dapat juga menyebabkan discolorasi kehijauan.  Cairan seperti susu yang tidak jernih dengan sentrifugasi menandakan adanya effusi chylous dan pseudochylous.Disebabkan oleh gangguan atau penyumbatan pada aliran lymphatic oleh trauma ,lymphoma,karsinoma,tuberkolosis atau penyakit lain granulomatous,hepatic cirrhosis,adhesi atau infestasi parasitik. Microscopic Examination  Penghitungan total leukosit berguna dalam membedakan ascite yang disebabkan oleh uncomplicated cirrhosis dari Peritonitis bakteri secara spontan (SBP),yang disebabkan oleh migrasi bakteri dari usus menuju cairan ascitic.90% pasien SBP akan menunjukkan hasil penghitungan leukosit lebih besar dari 500/µL,lebih dari 50% nya adalah neutrophil.  Penghitungan sel,protein total dan nilai gradien albumin nilinya bervariasi yang bergantung pada pembentukan dan resolusi ascite.Misalnya ,diuresis dapat meyebabkan peningkatan penghitungan WBC dari 300/µL menjadi 1000/µL atau lebih.  Eosinophilia (>10%) pada umumya berhubungan dengan proses inflamasi kronik yang merupakan dialysis peritoneal kronik.Telah dilaporkan juga pada congestive heart failure,vasculitis,lymphoma dan ruptured hydatid cyst.

Chemical analysis
 Protein
SBP berhubungan dengan rendahnya protein total (<3.0 g/dL) dan tingginya gradien serum acites albumin (>1.1 g/dL)
 Glukosa
Kadar glukosa cairan 50 mg/dL atau kurang ,ada pada 30-60% kasus tuberculous peritonitis dan sekitar 50 % pasien dengan abdominal carcinomatosis.
 Enzim
(1)Amylase,Aktivitas normalnya pada cairan peritoneal mirip dengan kadar plasma.Kadar yang lebih besar tiga kali dari nilai plasma merupakan bukti adanya ascite yang berhubungan pankreas.
(2)Alkaline Phosphatase (ALP),Penghitungan ALP cairan ascitic berguna dalam membedakan peritonitis bakteri primer dari peritonitis bakteri sekunder karena perforasi perut.Peritonitis bakteri sekunder memiliki kadar ALP yang lebih besar dari pada SBP.
(3) Lactate Dehidrogenase (LD),aktivitasnya sering meningkat pada effusi keganasan.Rasio serum atau cairan ascitic LD lebih besar dari 0.6 dengan sensitivitas 80%.
(4)Telomerase,adalah diskriminator spesifik pada keganasan ascites.Aktivitas telomerase diseteksi pada 81% effusi keganasan peritoneal dengan sensitivitas 76% dan specifitas 95.7%.
(5) Adenosine Deaminase (ADA) umum digunakan pada daerah endemik untuk mengidentifikasi pasien dengan tuberculous oeritonitis.
 Fibronektin
Fibronektin lebih berguna dalam membedakan antara keganasan dengan ascite steril dari protein total,LD,gamma-glitamyltransferase,pH,amylase,trigliserida,penghitungan leukosit dan pemeriksaan sitology.
 Laktat
Laktat cairan ascitic telah digunakan dengan pengukuran pH untuk membedakan SBP dari uncomplicated ascite.Walaupun tidak seakurat penghitungan leukosit,tapi memiliki nilai tertentu yang berguna dalam diagnosis SBP.Keganasan dan tuberculous ascite juga berhubungan dengan peningkatan kadar laktat.
 Creatinine dan Urea
Pengukuran kadar creatinine dan urea berguna dalam membedakan cairan peritoneal dan urin.Peningkatan nitrogen urea cairan peritoneal dan creatinin,berhubungan dengan peningkatan serum urea tapi normal pada serum creatinin,mengindikasikan adanya kebocoran kantung kemih.
 Bilirubin
Bilirubin cairan ascitic yang lebih besar dari 6.0 mg/dL mengindikasikan adanya choleperitoneum dari bocornya kantung kemih.
 pH
Berguna dalam diagnosis pasien SBP dengan cirrhotic ascite,khususnya jika disertai dengan penghitungan leukosit.Pasien dengan pH cairan ascite kurang dari 7.15 menunjukkan prognosis yang buruk.pH yang rendah juga ditemukan pada pasien dengan keganasan,ascite pankreatitis dan tuberculous perotonitis.
 Cholesterol
Berguna dalam memisahkan antara ascite keganasan dari cirrhotic ascite.
 Interleukin-8(IL-8)
Sitokin yang dihasilkan dari berbagai sel dalam respon terhadap stimuli seperti lipopolisakarida bakteri,yang tinggi pada SBP dibanding ascite yang steril.
 Tuberculostearic Acid(TSA-10-Methyloctadecanoic Acid)
Dideteksi pada 75% pasien dengan pulmonary tuberculous menggunakan kromatografi gas atau spctroscopy massa.Penghitungan TSA juga merupakan teknik yang berguna dalam mengidentifikasi tuberculous perotonitis ,tuberculous menigitis dan pneumonia.
 Tumor Markers
Penghitungan tumor marker dianggap memiliki sedikit nilai dalam identifikasi kecuali pada beberapa kasus dan untuk melihat respon pasien terhadap terapi dan deteksi awal pada adanya tumor.Dapat berguna juga ketika hasil pemerikasaan sitologi menunjukkan hasil yang negatif tapi kecurigaan terhadapat kegansan ascite tinggi.

Microbiological Examination
Bakteri pada SBP umumnya adalah flora normal pada usus dan lebih dari 92% adalah monomikroba.Bakteri aerobik gram negatif misalnya E.coli dan klebsilella pneumonia berperan pada dua per tiga kasus atau lebih di ikuti dengan S.pneumonia,Enterococcus sp dan jarang anaerob.





LI 7 SPECIMEN TRANSPORT

Media Transport
Sebaiknya spesimen klinik untuk pemeriksaan mikrobiologik dikirimkan ke Lab. sesegera mungkin, supaya patogen yang mungkin terdapat di dalam spesimen masih viable (hidup).
Kalau tidak diantisipasi akan terjadi keterlambatan, maka gunakan medium transport:
• Stuart”s transport medium
• Amies transport medium
• Cary-Blair medium

Cara penyimpanan dan Pengiriman
Darah disimpan pada suhu kamar,tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam, spesimen tidak boleh disimpan dalam lemari es. Spesimen harus segera dikirim ke laboraturium, apabila jarak jauh, spesimen darah dapat dimasukkan ke dalam botol/tabung yang berisi antikoagulan sodium polyanethol sulfonate

Spesimen Sputum dan urin harus sudah tiba di laboraturium dalam waktu 1 jam, bila
tidak memungkinkan harus disimpan dalam lemari es (2-8ºC). Pengiriman sputum dan urin dilakukan dalam cooling box kecuali jika pengiriman dapat dilakukan kurang dari 1 jam setelah pengambilan spesimen.

Spesimen tinja harus segera dikirim ke laboraturium (kurang dari 2 jam setelah pengambilan bahan). Bila lebih dari 2 jam spesimen dimasukkan ke dalam media transport Carry & Blair dan disimpan dalam suhu ruang. Bila tidak ada media transport, tinja disimpan dalam suhu 2-8ºC.

Usap tenggorok dan Usap nasofaring Spesimen dimasukkan ke dalam media
Transport. Bila spesimen tidak dapat diproses pada hari yang sama, bisa disimpan pada suhu 2-8ºC. Untuk biakan bakteri mikroaerofilik disimpan dalam suasana CO₂ 5-10% (Sungkup lilin). Pengiriman dilakukan dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika waktu
perjalanan kurang dari 24 jam.
Eksudat/pus Spesimen harus sudah sampai di laboraturium dalam waktu 2 jam setelah pengambilan, jika tidak memungkinkan bisa disimpan dalam lemari es (2-8ºC). Pengiriman dilakukan dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika perjalanan yang diperlukan kurang dari 2 jam.

Cairan Otak Spesimen harus sudah tiba di laboraturium dalam waktu 1 jam setelah pengambilan, jika tidak memungkinkan spesimen harus disimpan dalam lemari es atau media transport dalam beberapa jam saja. Pengiriman spesimen harus secepat mungkin dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika waktu perjalanan kurang dari 1 jam.




LI 8 BASIC (ROUTINE) URINALYSIS
BASIC (ROUTINE) URINALYSIS
1. Specimen evaluation : memastikan spesimen pada kondisi baik
• Pemberian label (labelling)
• Spesimen yang tepat untuk pemeriksaan
• Pemberian pengawet
• Melihat tanda tanda fisik terjadinya kontaminasi
• Delayed transport  significant deterioration
2. Gross / physical examination
 Warna
• Kuning terang : normal
• Merah : hematuria, hemoglobinuria
• Kuning cokelat atau hijau cokelat : bile pigments (bilirubin)
• Jingga merah atau jingga cokelat : urobilin
• Cokelat tua atau hitam : hemoglobin  methemogoblin
 Kejernihan
• Jernih : normal
• Keruh : RBC, epitelial cell, spermatozoa
• Cloudy : presence of various cellular element (co’ leukosit)
• Chyuria : urine contains lymph
• Lipiduria : urine contains lipid
 Odor (bau)
• Faint, aromatic odor : normal
• Ammoniacal, fetid odor : bacterial contamination
• Maple syrup : MS urine disease
• Cabbage : methionin malabsorption
• Rotting fish : trymethylaminuria
 Volume
• Normal : 600–2000ml/hari
• Increase in urine volume (polyuria)
1. Excessive intake (polydipsia)
2. Deficiency of antidiuretic hormone
3. Chronic renal failure
4. Osmotic diuresis
• Decrease in urine volume (oliguria)
1. Acute renal failure
2. Water deprivation
 Spesifik gravity dan osmolality
• Gravity yaitu perbandingan berat komponen dengan berat larutan
Normal : 1003-1035
Hypostenurik : < 1007 Isotenurik : > 1000
• Osmolality yaitu konsentrasi partikel yang punya tekanan osmotik dalam suatu larutan
Normal : 500-800
3. Chemical screening
• Ph normal : 4,6-8
1. Acid urine
 Diet : high meat protein, fruit
 Drugs : ammonium chloride
 Metabolic / respiratory acidosis
2. Alkaline urine
 Diet : fruit
 Drugs
 Disease
3. Methods : reagent strip, ph electrode, titrable
• Protein normal : 8-10mg/dl
1. Existence : postural proteinuria, protein in elderly
2. Qualitative categories of proteinuria : glomerular dan tubular pathern, overflow proteinuria
3. Methods : semi quantitative, reagent strip, microalbuminaria
• Glucose
1. In urine : glycosuria (DM, pregnancy, pancreatic disease) hyperglcemia > 180-200 mg/dl
2. Method : reagent strip, copper reduction test
• Kadar keton : penyebab corbs metabolism atau absorption defect or inadequate amount of carbs in diet. Fatty acid metabolism meningkat  keton bodies appear  excrete in urine
• Darah, Hb, bilirubin
Bilirubin  conjugated bilirubin excess in blood skeam  excreted in urine (billirubinia)
Urobilinogen : normal 0,5-2,5mg/24h
4. Examination of urine
Deteksi gangguan dari renal dan urinary tract process

Routine urinalysis (LAB ACT)

1. Pemeriksaan fisik urin : warna, kekeruhan, spesific grafity, odor
2. Pemeriksaan kimiawi urin : menggunakan reagen strip untuk melihat kadar :
• Ph
• Protein
• Glucose
• Keton
• Bilirubin
• Darah
• Urobilin
• Nitrit
• Leukosit esterase
3. Urin sediment : pada tube, dilihat dengan mikroskop untuk menghitung WBC< RBC, sel epitel dengan 100 HPF.
Metode Urinalisis
Urinalisis yaitu suatu metode analisis zat zat yang di mungkinkan terkandung dalam urin.
Dasar (rutin) prosedure urin:
1. Tuangkan 10-15ml spesimen urin dicampur dengan baik menjadi sebuah tabung centrifuge sekali pakai. lakukan pemeriksaan fisik dengan evaluasi kimia strip reagent. Centrifugasi di 450g selama 5 menit.
2. Hati hati dalam menghapus dan menyimpan supernatant. Volume akhir yang di gunakan untuk endapan resuspend mungkin berbeda dengan sistem standar yang digunakan tetapi harus tetap konstan dalam laboratorium tertentu. Gunakan pipet sekali pakai, tabung khusus, atau sistem pipet mengendapkan konsentrasi.
3. Terdapat resuspend lembut dalam sediment di supernatant yang tersisa, tambahkan satu tetespewarna supravital jika diinginkan. Dengan menggunakan pipet yang baik, isi area yang di ukur dari slide yang telah terstandarisasi. Biarkan urin mengendap selama 30-60 detik
4. Periksalah dengan daya yang rendah dan tinggi. Cahaya yang lemah atau fase-kontras pencahayaan akan dibutuhkan untuk mndeteksi endapan entitas dengan indeks bias rendah. Fine focus seharusnya terus diatur atur saat mengamati. Sistematis berjalan di seluruh ruang pengamatan, berhati hati saat memeriksa sepanjang tepi casts.
5. Menghitung jumlah casts setidaknya 10 LPF, rata rata dan melaporkan jumlah cetakan per LPF. Rentang yang masuk akal mungkin akan digunakan dalam laporan. Gunakan daya tinggi untuk mengidentifikasikan casts pertipenya. Casts tidak akan hilang jika fase kontras mikroskop digunakan.
6. Mengidentifikasikan dan menghitung eritrosit, leukosit dan sel sel epitel ginjal menggunakan kekuatan tinggi. Perhitungan minimal 10 hpf, rata rata dan melaporkan sebagai sel/hpf. Rentang/jarak yang masuk akal mungkin dapat dijadikan laporan.
7. Ulasan:
a. Skuamosa dan sel sel transisi jikaada dalam jumlah besar atau sebagai fragmen (sel yang dapat berubah bentuk)
b. Bakteri, yast, dan mikroorganisme
c. Krital. Kehadiran kristal abnormal harus dikonfirmasi secara kimia dan berhubungan dengan sejarah penyakit pasien
d. Tdapat banyak lendir
8. Pengamat merekomendasikan untuk konfirmasi hasil berikut dengan pemeriksaan cytopathologic atau uji khusus kimia (kristal):
a. Lebih dari dua sel epitel ginjal/hpf
b. Patologic casts
c. Atypicai sel mononuklear, terutama sel sel urothelial
d. Fragmen jaringan
e. Pathologic kristal

Review seluruh laporan, dan harus berkorelasi dengan informasi klinis yang tersedia. Perbedaan harus diselesaikan sebelum merilis laporan. Nilai normal untuk prosedure: 0-10 sel darah merah / hpf, 0-10 WBCs / hpf, 0-2 gips hialin / LPF. Nilai akan bervariasi, tergantung pada sistem standar yang digunakan. Melakukan urinalisis rutin membantu alat diagnostik dalam bekerja dan tindak lanjut dari berbagai gangguan sistem urin.
Automated Urinalysis
Beberapa instrument telah dikembangkan untuk sebagian atau seluruhnya mengautomatisasi urinalysis rutin. Selain untuk meningkatkan alur kerja otomatisasi juga dapat menstandardisasi beberapa aspek manual urine. Sebagian besar instrumen ini dapat dihubungkan dengan sistem informasi laboratorium, memfasilitasi laporan dan hasil pengambilan.
Beberapa instrumen tersedia untuk mengotomatisasi baik makroskopik / analisis kimia atau bagian bagian mikroskopis dari urinalisis rutin. Sebagai contoh, reagen kimia perjalanan urin menganalisa dari beberapa produsen dilengkapi untuk pengukuran otomatis dari strip reagent.
IRIS stasasiun kerja Urinalysis menggabungkan beberapa subsistem otomatis untuk melakukan urinalisis lengkap. Bobot diukur dengan meteran gravitasi massa, kimia urin di ukur dengan spektofotometer reflectance standar dan analisis mikroskopis difasilitasi dengan sistem mikroskop yang canggih. Tidak ada sentifugasi yang terlibat dan penanganan speciment sangat minimal. Dalam analisis spesimen urin dituangkan kedalam instrumen masuk ke strip reagen kimia urin. Strip reagen ini kemudian di tempatkan di photometer reflectance platform pembaca. Kimia urin secara otomatis dihitung, membaca dan dikumpulkan oleh komputer internal. Sebagian dari spesimen dialihkan ke osilator harmonik tekad gravitasi massa dan sisa spesimen kemudian diwarnai dan dimasukkan ke ruang aliran laminar dimana unsur unsur terbentuk dan digambarkan oleh kamera video yang dipasang pada mikroskop dan lampu stoboskopik yang memungkinkan untuk menghentikan gambar bergerak. Gambar sel, gips, kristak, ragi, dan bakteri yang ditemukan di endapan tersebut kemudian disortir menurut ukuran dan disajikan kepada operator pada layar sensitif sentuhan untuk identifikasi, karena volume ruang aliran laminar dikenal gambar dapat dihitung dan yang berkaitan dengan volume urine dengan presisi yang melibihi apa yang dapat diperoleh dengan spesimen disentrifugasi, kaca slide, dan cover slip. Sistem dapat menghapus kebutuhan untuk analisis mikroskopik dalam banyak kasus. Komputer kemudian mengkonsolidasikan laporan untuk dicetak atau transmisi ke sistem informasi laboratorium (LIS).
Sistem IRIS mendasarkan analisis pada analisis gambar sel. Cara lain untuk menganalisis gambar sel dan membuang air kencing dengan aliran cytometry. Analisis ini biasanya noda membran DNA dan elemen elemen yang terbentuk dalam urin asli, lulus sample sebagai aliran laminar melalui sinar laser, dan mengukur cahaya bubar fluoresence, dan impedansi. The UF-100 menganalisis aliran urine oleh cytometry, dan memberikan hasil kuantitatif untuk merah dan sel darah putih, sel epitel, casts dan bakteri. Dapat mendeteksi ragi, kristal, dysmorphic sel darah merah dan atologis cetakan dalam urin. Teknologi ini mungkin berguna dalam menurunkan jumlah spesimen urin rutin yang memerlukan mikroskop. Nilai normal lebih sedikit dari 20 sel darah merah/mikrol, kurang dari 25 WBCs/mikrol, dan lebih sedikit dari 2000 bakteri/mikrol. Serupa dengan pemeriksaan mikroskopis urin pada spesimen, dan impedansi. The UF-100 menganalisis aliran urine oleh cytometry, dan memberikan hasil kuantitatif untuk merah dan sel darah putih, sel epitel, casts dan bakteri. Dapat mendeteksi ragi, kristal, dysmorphic sel darah merah dan atologis cetakan dalam urin. Teknologi ini mungkin berguna dalam menurunkan jumlah spesimen urin rutin yang memerlukan mikroskop. Nilai normal lebih sedikit dari 20 sel darah merah/mikrol, kurang dari 25 WBCs/mikrol, dan lebih sedikit dari 2000 bakteri/mikrol. Serupa dengan pemeriksaan mikroskopis urin pada spesimen Unspun.

LI 9 PEMERIKSAAN SEDIMEN URIN
Sebelum menilai hasil analisa urin, perlu diketahui tentang proses pembentukan urin. Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.
Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml per
menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urin per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan
urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan dipelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain.

FAKTOR
-
FAKTOR YANG TURUT MEMPENGARUHI
SUSUNAN URIN
Untuk mendapatkan hasil analisa urin yang baik perlu
diperhatikan beberapa faktor antara lain persiapan penderita dan
cara pengambilan contoh urin. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam persiapan penderita
untuk analisa urin misalnya pada pemeriksaan glukosa urin sebaiknya penderita jangan makan zat reduktor seperti vitamin C, karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara reduksi dan hasil negatif palsu dengan cara enzimatik. Pada pemeriksaan urobilin, urobilinogen dan bilirubin sebaiknya tidak diberikan obat yang memberi warna pada urin, seperti vitamin B2 (riboflavin), pyridium dan lain Lain. Pada tes kehamilan dianjurkan agar mengurangi minum supaya urin menjadi lebih pekat. Susunan urin tidak banyak berbeda dari
hari ke hari, tetapi pada pihak lain mungkin banyak berbeda dari waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil contoh urin menurut tujuan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan urin seperti pemeriksaan protein, glukosa dan sedimen dapat dipergunakan urin
sewaktu , ialah urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan dengan khusus, kadang
kadang bila unsur sedimen tidak ditemukan karena urin- sewaktu terlalu encer, maka dianjurkan memakai urin pagi. Urin pagi ialah urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari, urin ini baik untuk pemeriksaan berat jenis, protein sedimen dan tes kehamilan.
Pada penderita yang sedang haid atau "leucorrhoe" untuk mencegah kontaminasi dianjurkan
pengambilan contoh urin dengan cara clean voided specimen yaitu dengan melakukan kateterisasi, punksi suprapubik atau pengambilan urin midstream dimana urin yang pertama keluar tidak ditampung, tapi urin yang keluar kemudian ditampung dan yang terakhir
tidak turut ditampung
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, MIKROSKOPIK
DAN KIMIA URIN
Dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Yang dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemerik-
saan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobi-
linogen, darah samar dan nitrit.
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK.
Yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuanti-
tatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urin yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan,jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jaM lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek
diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urin
selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan
dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus. Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna kare-
na kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Pada umumnya warna ditentukan oleh kepekatan urin, makin banyak diuresa
makin muda warna urin itu. Warna normal urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin. Bila
didapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zat warna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin menyebabkan warna coklat. Disamping itu perludipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal,seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang menyebabkan warna coklat. Warna urin yang dapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikan
warna coklat kehitaman pada urin.
Kejernihan
dinyatakan dengan salah satu pendapat seperti jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urin segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebut nubeculayang terdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang mengendap dan bakteri dari botol penampung. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkan oleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak.
Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter,
refraktometer dan reagens pita'. Berat jenis urin sewaktu padaorang normal antara 1,003 -- 1,030. Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik.Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun

Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang
berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh
bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih umpamanya pada karsinoma saluran kemih.
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 -- 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escheri-
chia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urin dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini panting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat
ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin. Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan memakai lensa
objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan penglihatan. kecil atau LPK. Selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang dinamakan lapangan penglihatan besar atau LPB. Jumlah
unsur sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif, yaitu jumlah rata-rata per LPK untuk silinder dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit. Unsur sedimen yang kurang
bermakna seperti epitel atau kristal cukup dilaporkan dengan +(ada), ++ (banyak) dan +++ (banyak sekali). Lazimnya unsur sedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan tak-
organik. Unsur organik berasal dari sesuatu organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu organ atau jaringan .seperti urat amorf dan kristal
Eritrosit atau leukosit didalam sedimen urin mungkin terdapat dalam urin wanita yang haid atau berasal dari saluran kernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat 0 -- 5/LPK dan pada wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia. Adanya eritrosit dalam urin disebut hematuria. Hematuria
dapat disebabkan oleh perdarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik. Terdapatnya leukosit
dalam jumlah banyak di urin disebut piuria. Keadaan ini sering dijumpai pada infeksi saluran kemih atau kontaminasi dengan sekret vagina pada penderita dengan fluor albus
Silinder
adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal, mempunyai matrix berupa glikoprotein
(protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang dipermukaannya terdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume,
pH dan adanya glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal.

Dikenal bermacam-macam silinder yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit ginjal. Banyak peneliti setuju bahwa dalam keadaan normal bisa didapatkan sedikit eritrosit, lekosit
dan silinder hialin. Terdapatnya silinder seluler seperti silinder lekosit, silinder eritrosit, silinder epitel dan sunder berbutir selalu menunjukkan penyakit yang serius. Pada pielonefritis dapat
dijumpai silinder lekosit dan pada glomerulonefritis akut dapat ditemukan silinder eritrosit. Sedangkan pada penyakit ginjal yang berjalan lanjut didapat silinder berbutir dan silinder lilin.

Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batu didalam saluran kemih. Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang
sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena
kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urin. Disamping itu
mungkin didapatkan kristal lain yang berasal dari obat-obatan atau kristal-kristal lain seperti kristal tirosin, kristal leucin.

Epitel
merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam sedimen urin. Dalam keadaan patologik jumlah epitel ini dapat meningkat, sepe
rti pada infeksi, radang dan batu dalam saluran kemih. Pada sindroma nefrotik
didalam sedimen urin mungkin didapatkan oval fat bodies. Ini merupakan epitel tubuli ginjal yang
telah mengalami degenerasi lemak, dapat dilihat dengan memakai zat warna Sudan III/IV atau
diperiksa dengan menggunakan mikroskop polarisasi.
PEMERIKSAAN KIMIA URIN
Disamping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, specifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita.
Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonsia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimum , aktivitas reagens harus dipertahankan,
penggunaan haruslah mengikuti petunjuk dengan tepat; baik mengenai
cara penyimpanan, pemakaian reagnes pita dan bahan pemeriksaan.
Urin dikumpulkan dalam penampung yang bersih dan pemeriksaan baiknya segera dilakukan. Bila pemeriksaan harus ditunda selama lebih dari satu jam, sebaiknya urin tersebut disimpan dulu dalam lemari es, dan bila akan dilakukan pemeriksaan, suhu urin disesuaikan dulu dengan suhu kamar.
Agar didapatkan hasil yang optimal pada tes nitrit, hendaknya dipakai urin pagi atau urin yang telah berada dalam buli- buli minimal selama 4 jam. Untuk pemeriksaan bilirubin, urobilinogen dipergunakan urin segar karena zat-zat ini bersifat labil, pada suhu kamar bila kena cahaya. Bila urin dibiarkan pada suhu kamar, bakteri akan berkembang biak yang menyebabkan pH menjadi alkali dan menyebabkan hasil positif palsu untuk protein. Pertumbuhan bakteri karena kontaminasi
dapat memberikan basil positif palsu untuk pemeriksaan darah samar dalam urin karena terbentuknya peroksidase dari bakteri.
1,6-9
Reagens pita untuk pemeriksaan protein lebih peka terhadap
albumin dibandingkan protein lain seperti globulin, hemoglobin,
protein Bence Jones dan mukoprotein. Oleh karena itu hasil
pemeriksaan proteinuri yang negatif tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan terdapatnya protein tersebut didalam urin. Urin
yang terlalu lindi, misalnya urin yang mengandung amonium
kuartener dan urin yang terkontaminasi oleh kuman, dapat
memberikan hasil positif palsu dengan cara ini. Proteinuria dapat
terjadi karena kelainan prerenal, renal dan post-renal. Kelainan
pre-renal disebabkan karena penyakit sistemik seperti anemia
hemolitik
yang
disertai
hemoglobinuria,
mieloma,
makroglobulinemia dan dapat timbul karena gangguan perfusi
glo
merulus seperti pada hipertensi dan payah jantung.
Proteinuria karena kelainan ginjal dapat disebabkan karena
kelainan glomerulus atau tubuli ginjal seperti pada penyakit
glomerulunofritis akut atau kronik, sindroma nefrotik,
pielonefritis akut atau kronik, nekrosis tubuler akut dan lain-lain
6
.
Pemeriksaan glukosa dalam urin dapat dilakukan dengan
memakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapat
dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan
cara reduksi mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang
mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa,
fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan
seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih
sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat
mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan
pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.
11
Juga cara ini lebih
spesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti galaktosa,
laktosa, fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan cara
enzimatik mungkin didapatkan hasil negatip palsu pada urin
yang mengandung kadar vitamin C melebihi 75 mg/dl atau
benda keton melebihi 40 mg/dl.
3
,7,9
Pada orang normal tidak
didapati glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitas
maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa seperti pada dia-
betes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromo-
cytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria,
kehamilan dan sindroma Fanconi.
Benda- benda keton
dalam urin terdiri atas aseton, asam
asetoasetat dan asam 13-hidroksi butirat. Karena aseton mudah
menguap, maka urin yang diperiksa ha
rus segar. Pemeriksaan
benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam
asetoasetat lebllh dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka
untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta hidroksi
butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urin mengan-
dung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-
hidroksi-quinoline yang berlebihan.
17
Dalam keadaan normal
pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaan
puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada
diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin
didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi. Hal ini terjadi
sebelum kadar benda keton dalam serum meningkat.
Pemeri
ksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara
garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang
menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium
terdiri
dari
p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate,
sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat.
1,7
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil
positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran
empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin
terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang
tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin
mengandung metabolit pyridium atau serenium.
Pembacaan Reagens Pita
Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 -- 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi
urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan didalam tubuh. Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin,
adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150--450 ug hemoglo-
bin per liter urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang
utuh sehingga perlu dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin
mengairdung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari Sedimen urin
infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi.

Dalam keadaan normal urin bersifat steril. Adanya bak-teriura dapat ditentukan dengan tes nitrit.
Dalam keadaan normal tidak terdapat nitrit dalam urin. Tes akan berhasil positif bila terdapat lebih dari 10 mikroor-ganisme per ml urin. Perlu diperhatikan bahwa urin yang diperiksa hendaklah urin yang telah berada dalam buli-buli minimal 4 jam, sehingga telah terjadi perubahan nitrat menjadi
nitrit oleh bakteri. Urin yang terkumpul dalam buli-buli kurang dari 4 jam akan memberikan basil positif pada 40% kasus. Hasil positif akan mencapai 80% kasus bila urin terkumpul dalam buli-buli lebih dari 4 jam. Hasil yang negatif belum dapat menyingkirkan adanya bakteriurea, karena basil negatif mungkin disebabkan infeksi saluran kemih oleh kuman yang tidak mengandung reduktase, sehingga kuman tidak dapat merubah nitrat menjadi nitrit. Bila urin yang akan diperiksa
berada dalam buli-buli kurang dari 4 jam atau tidak terdapat nitrat dalam urin, basil tes akan negatif.
Kepekaan tes ini berkurang dengan peningkatan berat jenis urin. Hasil negatif palsu terjadi bila urin
mengandung vitamin C melebihi 25 mg/dl dan konsentrasi ion nitrat dalam urin kurang dari 0,03 mg/dl

LI 10 Special Testing and Monitoring Techniques

Urinary Calculi

Nefrolisiasis adalah suatu kondisi umum yang mempengaruhi hampir 5 dalam 1000 orang. Ini adalah gangguan heterogen, dengan batu berkembang dari berbagai gangguan metabolisme atau lingkungan. Walaupun sebagian besar penelitian telah terkonsentrasi pada komponen nonorganik, banyak batu telah ditemukan untuk menjadi dikaitkan dengan organik yang mengandung lemak dan protein matriks, menunjukkan keterlibatan membran seluler pada nukleasi kristal. Satu studi menunjukkan bahwa antiserum batu ini diajukan terhadap protein matriks memiliki reaktivitas silang antara protein terisolasi dari batu yang berbeda terlepas dari komposisi mineral mereka. Banyak pasien batu juga telah ditemukan untuk menunjukkan elevasi interleukin-6 (IL-6), yang mungkin di masa mendatang mungkin berguna sebagai penanda potensial untuk penyakit batu.
Batu upper (ginjal) yang umum di negara-negara industri barat, sedangkan batu kandung kemih jarang terjadi. Bagian batu di ureter menghasilkan kolik ginjal, yang ditandai dengan sakit parah di lereng menjalar ke pangkal paha. Hematuria sering menyertai perjalanan batu. Jika batu menghambat panggul dari ginjal atau ureter, hidronefrosis dapat dihasilkan, dan infeksi merupakan konsekuensi umum. Rekurensi sering terjadi, tetapi dengan identifikasi yang tepat dari batu dan faktor risiko yang terkait dengan mereka, pembentukan batu dapat sangat dikurangi.
Kalsium oksalat atau campuran oksalat dan kalsium fosfat sering ditemukan di batu (- 80%). kalsium fosfat Campuran, fosfat amonium magnesium, dan asam urat adalah konstituen yang paling umum berikutnya (3-10% masing-masing), dan ini diikuti oleh batu sistin (1-2%). Karbonat, yang sering terdeteksi dalam analisis kimia, mungkin hasil dari adsorpsi karbon dioksida ke kristal kalsium fosfat. Pria lebih sering terkena dengan batu kalsium daripada perempuan, dan anak-anak tidak sering dipengaruhi dengan batu kalsium.
Kalsium oksalat endapan pada pH asam atau netral, dan kalsium fosfat - Ca10 hidroksiapatit (PO) 6 (OH) -2 - bentuk bate pada pH urin normal 6,0-6,5. Asam urat, yang tidak terlalu larut, akan mengkristal pada pH rendah (5.3) dan membentuk batu. Magnesium amonium fosfat (struvite) membentuk batu pada pH basa, di mana tingkat amonium tinggi. Ini cenderung ke dalam bentuk pelvis ginjal, tetapi tampaknya tidak melekat pada papila, seperti batu kalsium. Mereka mungkin, bagaimanapun, berkembang pada inti yang sudah ada sebelumnya bila ada infeksi dari organisme seperti alkalisasi Proteus menyebabkan urin. batu Struvite mungkin menjadi besar, membentuk cetakan dari pelvis ginjal dan staghorns menunjukkan. Campuran batu bisa terbentuk ketika kristal asam urat kalsium atau (atau batu) obstruksi menyebabkan infeksi dan diikuti oleh pengendapan garam amonium berikutnya.

Hiperkalsiuria dan Stones Kalsium
Kalsium homeostasis dipertahankan oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25-dihydroxycholecalciferol (1,25 (OH) 2D). Keduanya mempengaruhi resorpsi tulang oleh osteoklas. PTH menyebabkan berkurangnya reabsorpsi fosfor dan peningkatan reabsorpsi kalsium oleh sel tubular ginjal. Hal ini juga menyebabkan peningkatan sintesis 1,25 (OH) 2D, yang bertindak atas mukosa usus kecil, menyebabkan peningkatan penyerapan kalsium dan fosfor. serum rendah kadar kalsium terionisasi menyebabkan peningkatan sekresi PTH, dan fosfor serum rendah merangsang 1,25 (OH) 2D sintesis.
Sekitar 40% dari pasien dengan batu kalsium akan memiliki hiperkalsiuria, didefinisikan sebagai ekskresi urin harian kalsium lebih dari 0,1 mmol / kg (Houillier, 1998). Peningkatan kalsium dalam urin mungkin disebabkan peningkatan penyerapan kalsium usus, kurangnya reabsorpsi tubular ginjal kalsium yang tepat, resorpsi atau kehilangan kalsium dari tulang, atau kombinasi dari faktor-faktor. Dalam beberapa kasus hiperkalsiuria, proses penyakit yang mendasari dapat diidentifikasi. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, adalah hiperkalsiuria primer, atau idiopatik (IH). Meskipun mekanisme yang tepat dari hiperkalsiuria masih belum diketahui dalam gangguan ini, kemungkinan besar mencakup kombinasi faktor, termasuk yang tercantum di atas. Tiga hipotesis untuk menjelaskan patofisiologi IH telah diusulkan. Ini termasuk cacat mungkin di kandungan asam lemak dari membran sel, ekspresi yang meningkat dari reseptor vitamin D atau kalsium dari hidroksilase D1 25-hidroksivitamin-α, atau penyakit monosit.
Kelebihan kehilangan kalsium dalam urin dan kemungkinan pembentukan batu mungkin menjadi sekunder untuk berbagai kondisi lain. Sebagai contoh, hiperkalsiuria mungkin terjadi dengan peningkatan penyerapan kalsium dari usus. Hal ini dapat terjadi ketika ada rugi berlebihan fosfor dari ginjal dan tingkat serum fosfor yang rendah, dan bila ada peningkatan serum 1,25 (OH) 2D dengan kadar fosfor serum normal. Peningkatan resorpsi tulang dapat terjadi dengan imobilisasi tulang, penyakit tulang cepat progresif, tirotoksikosis, dan penyakit Cushing, yang menyebabkan hiperkalsiuria. Kalsium mungkin hilang dari tulang sebagai akibat dari tumor osteolitik, serta dengan adanya penyakit ginjal seperti asidosis tubulus distal ginjal dan ginjal spons meduler. Sarkoidosis, kelebihan vitamin D, dan furosemide juga dapat menyebabkan hiperkalsiuria ginjal.
Sekitar 5-10% dari batu kalsium berhubungan dengan hiperparatiroidisme primer. Pada gangguan ini, meningkatkan pergantian mineral dalam tulang dan hypercalcemia adalah penyebab penting dari hiperkalsiuria. Terkena sering hadir dengan gejala batu, dan mungkin ada deposit fosfat kalsium dalam kornea, jaringan ginjal pasien, dan organ lainnya.
Diet hiperkalsiuria adalah penyebab jarang batu kalsium, melainkan terkait dengan asupan kalsium yang besar, dari urutan 3-4 g / hari, bersama-sama dengan asupan protein yang tinggi. Sekitar 800 mg / hari adalah asupan orang dewasa normal yang direkomendasikan.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, batu kalsium oksalat adalah yang paling umum. Mereka mungkin membentuk dengan oksalat kelebihan dan asam urat dalam urin, yang terakhir kadang-kadang menyediakan nidus untuk pembentukan batu. agregat kalsium oksalat yang baru terbentuk sekitar 20-25 pM diameter, jauh lebih kecil daripada outlet saluran pengumpul. Ketaatan pada permukaan epitel tampaknya memungkinkan batu untuk melanjutkan pertumbuhan daripada dikeluarkan. Kalsium pembentukan batu fosfat disukai oleh urin asam kurang seperti yang terlihat dalam asidosis tubular ginjal, dengan infeksi, dan dalam jumlah besar orang mengkonsumsi alkali. Batu-batu ini juga terlihat pada hiperparatiroidisme primer, meskipun urin dalam rentang pH normal. Pada pasien terkena panas dan dehidrasi, ini dapat menyebabkan kenaikan kadar terlarut kemih, diikuti oleh kristalisasi dan pembentukan batu.

Hyperoxaluria
Sebagian besar batu kalsium (70-80%) mengandung oksalat. Beberapa oksalat dalam urin diet berasal dari minuman (teh, kakao, kopi, cola), sayuran (kacang-kacangan, rhubarb, bayam), kacang-kacangan, buah, dan buah jeruk. Oksalat juga berasal dari asam askorbat.
Sistem pencernaan memainkan peran penting dalam homeostasis oksalat. meningkatkan penyerapan kalsium dan Oxalate saat menurun asupan magnesium. Gangguan dari usus kecil seperti penyakit Crohn, reseksi ileum, dan operasi bypass usus dapat mengakibatkan penyerapan oksalat yang berlebihan, dengan ekskresi berikutnya dalam urin. Malabsorpsi dengan steatorrhea menyebabkan hilangnya kalsium sebagai sabun, dan malabsorpsi dengan garam empedu meningkat tersisa dalam usus diperkirakan untuk mempromosikan penyerapan oksalat di usus besar. Selain itu, tidak adanya formigenes Oxalobacter dari saluran usus pasien dengan fibrosis kistik tampaknya mengarah pada peningkatan penyerapan oksalat, sehingga meningkatkan resiko hyperoxaluria.
Penyebab lain hyperoxaluria termasuk defisiensi piridoksin dan hyperoxaluria primer. Yang terakhir adalah penyakit yang diwariskan jarang resesif autosomal dengan kekurangan carboligase oxoglutarate. Ada oxalosis sistemik dan gagal ginjal pada usia dewasa muda. transplantasi ginjal dan dosis besar pyridoxine atau nicotinamide telah dicoba untuk pengobatan pasien tersebut.

Hyperuricuria
Ekskresi asam urat yang berlebihan mungkin disebabkan oleh asupan makanan berlebihan purin (hati, kacang kering, ikan, daging) atau proses berbagai penyakit. Endogen produksi asam urat meningkat pada gout, penyakit penyimpanan glikogen, sindrom Lesch-Nyhan, banyak leukemia, dan tumor diobati dengan nekrosis sel terkait. Kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peningkatan kerusakan sel tumor (bentuk nukleotida purin / asam urat), yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut sekunder untuk obstruksi tubulus dan saluran kemih oleh massa kristal asam urat.
Dalam gout, sekitar 20% dari pasien membentuk batu, yang sebagian besar adalah asam urat atau asam urat murni dicampur dan kalsium. urin asam Panas, dehidrasi, dan luar biasa berkontribusi untuk pembentukan batu. yg menyebabkan encok nefropati terjadi dengan deposito natrium urat dalam medula bahkan ketika batu tidak hadir, dan massa kristal dapat menyebabkan obstruksi terminal pengumpulan saluran di ginjal. obat Uricosuric menyebabkan potensi masalah dengan output besar asam urat dalam 3-4 hari pertama pengobatan.
Biasanya, sekitar sepertiga dari asam urat yang terbentuk terdegradasi oleh bakteri dalam usus besar. Tidak adanya bakteri atau pengalihan usus dapat menyebabkan peningkatan penyerapan asam urat dari usus. Karena pasien ileostomy kehilangan sejumlah besar cairan alkali dari usus, mereka mengeluarkan terkonsentrasi air kencing asam dan cenderung menghasilkan batu asam urat.
Ekskresi asam urat rata-rata oleh orang dewasa adalah 500-600 mg/24 h. Konsentrasi zat terlarut serta pH tampaknya menjadi penting dalam kelarutan asam urat dan asam urat. Asam urat, asam lemah, bentuk bebas larut, asam urat terdisosiasi dan asam urat (yang lebih larut dengan beberapa natrium dan kalium hadir) pada pH 5,5. Jumlah ini asam urat dalam urin bebas akan berkurang meningkat pH, dan pada pH 7 asam urat lebih larut sebagai asam urat. Dengan konsentrasi garam tinggi urat menjadi kurang larut. Jika volume urin rendah, kelarutan asam urat pada pH asam akan terlampaui.
Sedangkan jumlah besar kristal asam urat secara teratur dilihat pada sedimen urin, asam urat pembentukan batu tidak umum. kristal asam urat membentuk lumpur yang dapat menghambat nefron tanpa membentuk batu. Di sisi lain, asam urat dan kristal asam urat natrium ditemukan sebagai inti untuk batu kalsium. Kebanyakan orang normal dengan pH 6 memiliki urin jenuh dengan asam urat tetapi tidak membentuk batu. keasaman lebih lanjut atau dehidrasi tampaknya diperlukan untuk menimbulkan pembentukan batu.

Sistin Stones
Batu sistin formulir pada pasien dengan gangguan transportasi mewarisi asam amino (lihat nanti di bawah Cystinuria). Sistin, ornithine, lisin, dan arginin selanjutnya diekskresikan dalam jumlah besar dalam urin. Dari jumlah tersebut, hanya sistin bentuk kristal dan batu. Sistin tidak menjadi larut sampai pH urin 7,4, dan batu membentuk rentang pH urin normal. pembawa heterozigot untuk penyakit ini akan meningkat jumlah sistin dalam urin tetapi tidak membentuk batu; homozigot adalah pembentuk batu. Sebuah pengukuran urin 24 jam kuantitatif sistin diperlukan untuk mendeteksi batu pembentuk potensial dan harus selalu dilakukan ketika kristal sistin ditemukan dalam contoh acak.

Kalkuli Langka
Kalkuli mengandung sulfonamid telah dijelaskan, dan silika bate telah dilaporkan pada pasien menelan gel silika selama jangka waktu yang panjang. Triamterene (Dyazide, Dyrenium), diuretik yang relatif tidak larut, dapat menyebabkan pembentukan batu. Hal ini dapat membentuk 1 - untuk 2-mm batu mustard berwarna, memberikan fluoresensi biru cerah ketika dilarutkan dalam butanol dan dengan paparan sinar ultraviolet. batu adenin Langka telah dijelaskan pada anak-anak dengan gangguan kekurangan enzim mewarisi dan hyperuricemia. batu Xanthine jarang terjadi dan mungkin terkait dengan kelainan genetik dengan tidak adanya xanthine oxidase.

Tes Laboratorium Digunakan untuk Menyelidiki Pembentuk Batu

Pemeriksaan Urine
1. Rutin urinalysis, tes kualitatif untuk sistin, dan kultur urin. Hematuria adalah penemuan konstan ketika batu hadir, bahkan ketika mereka tidak menunjukkan gejala. Proteinuria biasanya bukanlah suatu fitur dari penyakit calculous, tetapi dengan kerusakan tubulus ginjal ada peningkatan ekskresi protein plasma rendah molekul-berat seperti β2-mikroglobulin, dan albumin beberapa. Eritrosit gips biasanya tidak ditemukan, dan lainnya cetakan biasa. Leukosit yang meningkat ketika infeksi hadir, dan nitrit strip reagen dan leukosit esterase mungkin meningkat. Beberapa kelompok sel transisional nonmalignant dapat ditemukan dalam urin pasien dengan penyakit calculous dan dapat membantu dalam diagnosis dari kalkuli tak terduga.
2. Dua puluh empat jam spesimen urin: fosfor Natrium, kalsium,, asam urat, oksalat, dan kreatinin clearance. nilai jenuh dari koleksi urin 24 jam telah terbukti secara akurat mencerminkan komposisi batu. Beberapa penulis berpendapat bahwa tempat sampel urine cukup untuk evaluasi metabolisme pembentuk batu, namun karena variasi sehari-hari, tiga sampel harus diperoleh untuk mengatasi signifikansi ragu dari hasil tunggal.
3. Penentuan pH urin pada spesimen segar adalah penting dalam menentukan jenis kristal mungkin diendapkan, misalnya, asam urat dengan pH rendah (5-5,5), dan triple fosfat dengan urin alkali.

Serum Kimia
Pengujian yang sesuai termasuk kalsium, fosfor, asam urat, dan elektrolit.

Analisis batu
Kalkuli mungkin berbagai ukuran, biasanya digambarkan sebagai pasir, kerikil, atau batu. Karakteristik fisik dari berbagai kalkuli jarang akan cukup untuk identifikasi mereka, tetapi beberapa poin yang perlu diperhatikan. Asam urat dan batu asam urat biasanya kuning kecoklatan merah dan agak keras. Fosfat batu biasanya pucat dan rapuh. batu oksalat kalsium sangat keras, sering warna gelap, dan biasanya memiliki permukaan kasar. batu sistin berwarna kuning-coklat dan merasa agak berminyak.

Beberapa metode yang tersedia untuk analisis kalkuli, seperti kristalografi optik, difraksi sinar-X, dan inframerah spektroskopi. Berkas elektron analisis dan spektroskopi massa juga digunakan. Sebuah metode yang disederhanakan untuk analisis bate ginjal disajikan oleh Farrington (1980). Sebuah metode kuantitatif untuk lima dari delapan zat sering diukur telah dijelaskan dengan menggunakan metode kimia tersedia klinis: kalsium, fosfor, magnesium, amonium, dan asam urat. Sistin, oksalat, dan karbonat terdeteksi dengan cara kualitatif dan diinterpretasikan dengan hasil kuantitatif untuk menggambarkan batu-batu. Kebanyakan laboratorium mengirim spesimen kalkuli keluar ke laboratorium khusus lebih untuk analisis kimia, di mana kedua kimia dan tes khusus harus digunakan untuk menentukan komposisi batu.

Metode untuk gross examination kalkuli
1. Cuci batu bebas dari darah, lendir, solusi pengawetan, dan sebagainya. Tempatkan batu dalam gelas, tutup dengan beberapa ketebalan kasa diadakan tegas di tempat dengan pita karet, dan cuci dengan air mengalir. Tiriskan, hapus kasa hati-hati, dan gelas kering dan batu dalam oven. Bilas batu kecil dengan air dari botol pencet (bukan air yang mengalir).
2. Catat dimensi batu.
3. Jelaskan secara singkat warna dan tekstur permukaan eksterior batu. batu ini mungkin difoto untuk keperluan record.
4. Potong, lihat, atau mematahkan batu sehingga untuk memeriksa interior. Perhatikan apakah ada benda asing yang mungkin telah bertindak sebagai inti untuk pembentukannya. Jelaskan warna dan tekstur interior dan lapisan, jika ada.
5. Mengurangi kecil batu menjadi bubuk halus dengan penghancuran dengan mortir dan alu.
6. Jika memungkinkan, dimana ada batu yang sangat besar, sangat dianjurkan untuk membuat analisis terpisah dari lapisan yang tampaknya memiliki konstituen yang berbeda.
Karena kalkuli paling kecil terdiri dari kalsium oksalat, cara terbaik untuk menganalisis mereka adalah untuk menaruh semua bubuk tersedia dalam satu tabung tes. (Jika batu sangat kecil, mungkin akan diletakkan langsung dalam tabung tes dan dihancurkan dengan spatula.) Pereaksi yang digunakan untuk penentuan kimia batu langka dapat ditemukan dalam edisi awal buku ini (Henry, 1996). Sangat penting untuk tahu bahan positif untuk menguji reagen.

Pemeriksaan radiologi
Asimtomatik batu kadang-kadang ditemukan. Sebagian besar batu radiopak kecuali asam urat murni dan xanthine langka, batu sistin yang buram karena kandungan sulfur mereka.

Screening for Inherited Metabolic Diseases
Urine telah digunakan selama bertahun-tahun untuk screen untuk penyakit metabolik, terutama yang dihasilkan dari kecenderungan genetik. Dalam banyak penyakit ini, baik sebagai metabolit abnormal atau yang lebih besar dari nilai yang normal metabolit normal diekskresikan dalam urin. Karena kondisi ini jarang terjadi, gejala mereka sering tidak spesifik, dan beberapa mungkin dapat diobati jika diagnosis dini dikonfirmasi, darah dan urin harus dianalisis menggunakan teknik yang sangat selektif dan sensitif. Sejumlah kesalahan bawaan metabolisme telah diidentifikasi, dan bagian ini akan menjelaskan hanya beberapa entitas penyakit yang lebih umum.

Aminoacidurias
Ekskresi asam satu atau lebih amino dalam urin mungkin karena salah satu blok di jalur metabolik utama (tipe overflow) atau kekurangan dalam fungsi tubular ginjal (tipe ginjal). Fenilketonuria adalah contoh aminoaciduria meluap di mana sebuah substrat enzim dan metabolit lain dalam jalur menumpuk, menyebabkan peningkatan kadar cairan tubuh dan meningkatkan ekskresi substrat dalam urin. Berbeda dengan penyakit meluap jenis, jenis aminoacidurias ginjal tidak memiliki tingkat tinggi dari asam amino dalam darah karena cacat primer dalam mekanisme reabsorpsi tubular ginjal. Contoh aminoaciduria transportasi ginjal cystinuria.
Fenilketonuria.
Fenilketonuria adalah gangguan resesif autosom diturunkan di mana ada tidak adanya hidroksilase enzim fenilalanin. Kedua jenis kelamin yang terpengaruh sama, dengan kejadian sekitar 1 dalam 11 000. heterogenitas alelik bisa sangat luas, terutama di Amerika Serikat (Guldberg, 1996). retardasi mental adalah temuan klinis utama, dan pembatasan diet fenilalanin telah terbukti manjur pada pasien tersebut.
Karena tidak dikonversi menjadi tirosin dalam gangguan, fenilalanin dan metabolit normal lainnya terakumulasi dalam jumlah normal. fenilalanin plasma dan kadar asam phenylpyruvic ditinggikan; asam phenylpyruvic kemih (tertinggi), asam fenilasetat, dan fenilalanin meningkat. asam indoleacetic kencing dan indoles lainnya yang timbul dari metabolisme triptofan diubah dan indican (indol suatu) juga meningkat. Ekskresi asam 5-hydroxyindoleacetic juga berkurang, paralel tingkat rendah hydroxytryptamine serum 5-. Air seni dan keringat pasien ini memiliki karakteristik tikus / bau apek karena asam fenilasetat.
Metode
strip reagen Phenistix mengandung ferri amonium sulfat, magnesium sulfat, dan asam cyclohexylsulfamic. Pada 30 detik perendaman ke dalam urin, warna area test dibandingkan dengan bagan warna yang disediakan. Hasil tes positif adalah abu-abu untuk warna abu-abu-hijau. Tes mendeteksi 5-10 mg / dL. Salisilat dan metabolit turunan fenotiazin dapat menyebabkan pink untuk warna ungu. Pertukaran ion kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) telah ditemukan cocok untuk pengujian konfirmasi kuantitatif spesimen abnormal.
Alkaptonuria
Biasanya, fenilalanin dan tirosin dimetabolisme untuk asam homogentisic (asam dihydroxyphenylacetic), yang kemudian dioksidasi menjadi asam maleylacetoacetic. Dalam alkaptonuria, oksidase asam enzim homogentisic (HAO) kekurangan, dan asam homogentisic diekskresikan dalam urin dalam jumlah besar. urin yang khas berubah warna menjadi coklat-hitam pada berdiri atau dengan pH basa. Pasien dengan alkaptonuria mengembangkan gelap biru untuk pigmentasi hitam di jaringan tulang rawan dan ikat, dan sering penyakit ini tidak terdiagnosa sampai artritis telah dikembangkan.
Metode
Metode Skrining meliputi klorida besi dan tes nitrat perak. Sebuah warna, transient biru tua dipandang sebagai dua tetes larutan ferri klorida 10% ditambahkan ke sekitar 2 mL urin yang mengandung asam homogentisic. Uji perak nitrat melibatkan penambahan 4 mL perak nitrat 3% menjadi 0,5 mL urin, mixing, dan kemudian menambahkan beberapa tetes NH4OH 10%. asam Homogentisic akan menyebabkan warna hitam untuk dikembangkan. Metode Konfirmatori meliputi kertas atau kromatografi lapis tipis, dan elektroforesis kapiler. Metode-metode ini harus membedakan asam homogentisic dari asam gentisic, suatu metabolit aspirin.
Tyrosinuria.
Tyrosinemia dengan tyrosinuria terjadi ketika ada metabolisme abnormal dari tirosin yang berasal dari makanan atau dari fenilalanin. Ini mungkin bagian dari gangguan asam amino umum yang terkait dengan penyakit hati, atau mungkin merupakan salah satu kelainan genetik yang melibatkan metabolisme tirosin. kristal Tirosin mungkin muncul dalam urin sebagai halus, kristal sutra tersebar tunggal atau dikumpulkan untuk membentuk berkas gandum. Mereka tampak coklat sampai hitam, endapan pada pH asam, dan larut dalam alkali. Sejumlah kecil tirosin dapat muncul dalam urin individu normal.
hypertyrosinemia transitori mungkin terjadi pada rendah-berat-lahir dan bayi prematur sebagai kondisi jinak. Biasanya, bayi ini tanpa gejala, dan tidak ada hati atau ada penyakit ginjal. Tingkat tirosin tinggi mungkin pada kesempatan disertai dengan kadar fenilalanin transiently tinggi. Tirosin dan asam fenol, p-hydroxyphenyllactic dan asam p-hydroxyphenylpyruvic, diekskresikan dalam jumlah yang lebih besar dari yang normal dalam urin. Sifat dari cacat enzimatik belum ditandai dengan baik, dan tingkat tirosin dari pasien biasanya kembali normal dalam beberapa minggu ke bulan.
Tipe I tyrosinemia keturunan (tyrosinosis) adalah gangguan resesif autosomal ditandai dengan kerusakan hidrolase fumarylacetoacetate dan hidrolase maleylacetoacetate. Succinylacetoacetone dan succinylacetone menumpuk dan menghambat fungsi ginjal, berbagai enzim hati, dan sintetase porphobilinogen. Pasien mungkin mengalami kegagalan hati, disfungsi ginjal, rakhitis, dan gejala akut seperti porfiria intermiten. Hepatoma merupakan komplikasi terlambat. aminoaciduria Generalized, phosphaturia, glycosuria, dan uricosuria mungkin terjadi. Diet low-tyrosine/phenylalanine adalah andalan terapi.
Tipe tyrosinemia II (Richner-Hanhart sindrom) adalah kekurangan warisan autosom resesif aminotransferase tirosin. Pasien akan memiliki tyrosinemia, tyrosinuria, dan peningkatan asam fenolat kemih. Metabolisme asam amino lain, fungsi ginjal, dan fungsi hati sebaliknya normal. Erosi dari kornea, sol, dan telapak tangan yang umum, dan kadang-kadang terjadi keterbelakangan mental. Terapi pusat pada diet low-tyrosine/phenlyalanine.
Metode.
Uji nitrosonaphthol untuk tirosin merupakan metode skrining spesifik dan harus dikonfirmasikan dengan kromatografi atau uji serum kuantitatif tirosin. Tirosin dan bentuk tyramine kompleks merah larut dengan nitrosonaphthol.
Maple Syrup Urine Disease
MSUD adalah salah satu dari kelompok penyakit yang berhubungan dengan metabolisme rantai cabang asam amino yang abnormal. Ini termasuk hypervalinemia, acidemia isovaleric menyebabkan bau 'berkeringat kaki', dan penyakit langka lainnya. Beberapa bentuk klinis yang berbeda MSUD telah diuraikan, bersama dengan berbagai situs kekacauan biokimia. Jenis klasik MSUD, diwariskan sebagai sifat resesif autosom, ditandai dengan muntah neonatal parah, kejang, pingsan, respirasi tidak teratur, dan sering hipoglikemia. Waktu tidak diobati, pasien tersebut menjadi cepat koma dan mati. Leusin, isoleusin, valin, dan asam keto yang sesuai mereka terangkat dalam plasma dan dikeluarkan dalam urin. decarboxylases yang buruk dan enzim lainnya diperkirakan untuk mencegah konversi asam keto untuk asam lemak. Intermiten, menengah, tiamin-responsif, dan bentuk kekurangan dihydrolipoyl dehidrogenase (E3) dari MSUD juga telah dijelaskan.
Air seni pasien dengan MSUD memiliki bau menyerupai sirup maple, gula karamel, atau kari, sumber yang tidak tertentu. Asam keto kemih dibuktikan oleh minggu pertama kehidupan.
Metode.
Uji skrining dinitrofenilhidrazin menunjukkan adanya asam α-keto dalam urin. hydrazones larut terbentuk dari reaksi gugus karbonil dengan dinitrofenilhidrazin. Sebuah hasil positif terlihat dengan MSUD dan mungkin di fenilketonuria (asam phenylpyruvic), histidinemia (asam piruvat imidazol), dan malabsorpsi metionin (sindrom oasthouse). Pengujian positif dengan ketonuria karena penyakit warisan lain dan penyebab lainnya. Sebuah tes skrining awal untuk keton harus dilakukan.

Prosedur
1. Reagent dan kontrol (asam ketoglutaric, 25 mg dalam 100 ml urin normal) harus pada suhu kamar.
2. Tambahkan 10 tetes pereaksi (100 mg 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam 100 mL HCl 2N) untuk 1 mL urin jelas.
3. Dalam waktu 10 menit, endapan putih kuning atau berkapur menunjukkan reaksi positif. Harus sama atau lebih besar dari kontrol endapan.
Gas atau lapis tipis analisis kromatografi atau resonansi magnet inti (NMR) spektroskopi urin dapat digunakan untuk metode konfirmatori.

Cystinuria.
Cystinuria adalah gangguan asam amino yang umum terjadi sama pada kedua jenis kelamin, dengan kejadian diperkirakan sekitar 1 per 10 000 (homozigot) dan dalam jumlah yang lebih besar untuk heterozigot. Dalam program skrining massal untuk bayi, bentuk homozigot terdeteksi pada tingkat yang sama seperti fenilketonuria. Transportasi rusak sistin oleh sel epitel tubulus ginjal dan usus ditularkan sebagai sifat resesif autosom. Cacat dasar tidak diketahui. Meskipun jumlah besar asam dibasic, ornithine, lisin, dan arginin, juga diekskresikan dalam penyakit ini, sistin adalah satu-satunya yang mengkristal keluar, dengan formasi batu sebagai manifestasi klinis.
Cystinosis, gangguan recessively mewarisi dari penyebab yang tidak diketahui, dicirikan oleh pengendapan kristal sistin dalam intraselular lisosom. Kristal dapat terakumulasi di ginjal, mata, sumsum tulang, dan limpa. Dalam bentuk yang parah dari gangguan ini, ada fotofobia, gagal ginjal, rakhitis, dan kegagalan pertumbuhan. Dengan keterlibatan tubular ginjal, sindrom Fanconi berkembang dan ada aminoaciduria umum dan glukosuria. Jinak dan varietas menengah cystinosis telah diuraikan. Tidak seperti cystinuria, kerugian sistin di cystinosis sejajar dengan hilangnya asam amino lainnya dalam urin.
Urin sistin kadang-kadang terdeteksi pada pasien dengan berbagai penyakit tubular ginjal. Sistin diekskresikan dengan asam amino lainnya pada penyakit Wilson, penyakit Lowe's, dan dengan aminoaciduria penyakit Hartnup's.
Metode.
Memeriksa spesimen urin pertama pagi tidak berwarna, kristal heksagonal dari sistin. Sistin mungkin tidak selalu mengkristal dalam urin terkonsentrasi meskipun hadir dalam jumlah besar.
Uji sianida-nitroprusside digunakan untuk penentuan kualitatif sistin urin modifikasi Merek reaksi nitroprusside Hukum. Sistin direduksi menjadi sistein dengan sodium sianida, dan kelompok sulfhidril bebas kemudian bereaksi dengan nitroprusside untuk menghasilkan warna merah-ungu. Sistein, sistin, homocystine, dan keton (merah gelap) semua akan memberikan reaksi positif. Uji kualitatif memisahkan rentang normal, heterozigot, dan homozigot ekskresi. Batas bawah tes adalah 35-60 ìmol dari sistin per mol kreatinin, dan berkirim surat ini kisaran heterozigot. pembentuk batu Homozigot biasanya mengeluarkan lebih dari 300 mg / g kreatinin dan juga dideteksi oleh tes ini.

Prosedur
1. Tempat 3-5 urin mL dalam tabung reaksi dan tambahkan 2,0 mL larutan natrium sianida (5 g / dL air) dan memungkinkan untuk berdiri selama 10 menit. Waktu adalah penting. Perlakukan solusi pengendalian dengan cara yang sama. Untuk kontrol positif, menggunakan 5 sistin mg dilarutkan dalam 10 mL HCl 0,1 N, diencerkan sampai 100 mL dengan air kencing yang normal.
2. Tambahkan segar, natrium larutan berair nitroprusside (5 g / dL) tetes demi tetes (sekitar lima tetes), dan campuran.
3. Baca segera sebagai positif atau negatif. Warna merah-ungu stabil akan berkembang dengan sistin. hasil 'Trace' dapat juga dilaporkan. Sebuah spesimen normal terkonsentrasi mampu memberikan hasil yang positif lemah 'trace'.
Selanjutnya identifikasi dan kuantifikasi sistin dapat dilakukan dengan lapis tipis atau kuantitatif kromatografi pertukaran ion, atau elektroforesis tegangan tinggi.


Homocystinuria.
Bentuk klasik homocystinuria adalah karena kekurangan cystathionine β-sintase, yang mengkatalisis pembentukan cystathionine dari serin homocystine dan di jalur metionin. Homosistein dengan cepat teroksidasi untuk homocystine, yang menumpuk bersama dengan metionin dan diekskresikan dalam urin. Anak-anak dengan penyakit ini mungkin memiliki kejang, trombosis, keterbelakangan mental, arachnodactyly, dan kyphoscoliosis. manifestasi jaringan ikat diperkirakan hasil dari akumulasi dari homosistein menengah, yang mengganggu dengan ikatan silang kolagen.
Urine untuk pengujian harus segar karena homocystine adalah labil. Tes nitroprusside sianida, diuraikan di atas, adalah positif. analisis kimia kuantitatif menunjukkan tingkat tinggi disulfida homocystine, metionin, dan sistein-homosistein. tingkat Urine dimonitor untuk mengikuti pengaruh diet metionin-terbatas digunakan untuk mengobati penyakit ini.

Additional Urine Testing Modalities
Sebuah aglutinasi lateks immunoassay nephelometric telah dikembangkan untuk mengukur fetoprotein dasar kemih (BFP). Tingkat zat ini mungkin meningkat dengan batu saluran kencing, infeksi, dan kanker prostat dan kandung kemih, membuat BFP penanda nonspesifik dari peradangan atau tumor.
Urin Trinder spot tes, yang dilakukan oleh dokter ruang gawat darurat, adalah layar sensitif bagi salisilat.
Rendl et al. menggambarkan tes iodida cepat semiquantitative kemih, cocok untuk survei epidemiologi defisiensi yodium, khususnya di negara-negara berkembang.
Terakhir, alat tes antibodi monoklonal untuk mendeteksi bebas crosslinks pyridinium kemih dapat membantu mengidentifikasi resorpsi tulang pada pasien dengan osteoporosis, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan penyakit Paget tulang.
Cytopathologic pemeriksaan urin umumnya dilakukan untuk mendeteksi keganasan. Sekarang ada ELISA dan tes FISH untuk mendetek

No comments:

Post a Comment

Komentar yang banyak
Kritik dan saran diperlukan dalam pengembangan Blog ini agar menjadi lebih baik