WELCOME 3:)

LETS ROCK WITH THE WORLD
MAKING WORLD KNOW WHO US
and SHOWING REASON for OUR EXISTENCE

Total Pageviews

Saturday, February 5, 2011

BHP Tuskegee Sifilis

Makalah Tugas BHP
The Tuskegee Syphilis Study


Disusun oleh : Kelompok C3
Anggota: M. Kavin Ziyanulhaq (130110100165)
Fauzi (130110100084)
Natanael Efruan P. (130110100085)
Ryan Rachmad N. (130110100088)
Annika Famiasti (130110100040)
Aura Aisya A. (130110100038)
Steffizia Rodela (130110100106)
Ignatia Ratna (130110100148
Nadia A. Destianti (130110100184
Erafika (130110100211)

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2010
Overview of the case

The Tuskegee Syphilis Experiment (juga dikenal sebagai studi sifilis Tuskegee atau Public Health Service Syphilis Study) adalah sebuah studi klinis yang dilakukan antara tahun 1932 dan 1972 di Tuskegee, Alabama, oleh Dinas Kesehatan Amerika Serikat, untuk mempelajari perkembangan penyakit sifilis yang belum ditemukan obatnya.

Untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, orang-orang diberi uji kesehatan gratis, makan gratis dan asuransi penguburan gratis. Mereka tidak pernah diberi tahu bahwa mereka mengidap sifilis, tidak pula mereka pernah dirawat untuk itu. Menurut Centers for Disease Control, orang-orang diberitahu bahwa mereka sedang dirawat karena "bad blood," (istilah lokal yang digunakan untuk menggambarkan beberapa penyakit) termasuk sifilis, anemia, dan kelelahan.

Pusat Pelayanan Kesehatan AS mengatakan Tuskegee dimulai sebagai percobaan klinis dari kejadian sifilis pada populasi Macon County. Pada awalnya, subjek belajar untuk enam sampai delapan bulan dan kemudian diobati dengan metode kontemporer termasuk Salvarsan, salep Melcurial, dan bismuth. Metode-metode tersebut, pada kondisi terbaiknya, cukup efektif. Kerugiannya adalah ternyata perawatan ini semua sangat beracun dan memang tidak ada metode lain yang diketahui.
Banyak pasien yang dibohongi dan diberi pengobatan plasebo (tipuan) sehingga peneliti dapat mengamati perkembangan, penuh jangka panjang dari penyakit mematikan tersebut.

Pada akhir penelitian pada tahun 1972, hanya 74 dari subjek percobaan masih hidup. Dari 399 orang asli, 28 telah meninggal karena sifilis, 100 sudah mati komplikasi terkait, 40 dari istri-istri mereka telah terinfeksi dan 19 anak-anak mereka lahir dengan sifilis kongenital.


Masalah Etika Kasus Sifilis Tuskegee
Masalah Etika dari Penelitian Tuskegee
Sebelum mambahas masalah etika dari penelitian Tuskegee ini, marilah kita melihat enam nilai-nilai yang menjadi dasar etika standar kedokteran.
Enam dari nilai-nilai yang umum berlaku untuk etika kedokteran diskusi adalah:
 Otonomi - pasien memiliki hak untuk menolak atau memilih pengobatan mereka. (Voluntas aegroti Suprema lex.)
 Kebaikan - praktisi harus bertindak demi kepentingan terbaik pasien. (Salus aegroti Suprema lex.)
 Non-sifat mencelakakan - "pertama, tidak ada salahnya" (non nocere quaeritur).
 Keadilan - menyangkut distribusi sumber daya kesehatan langka, dan keputusan yang mendapatkan perawatan apa (keadilan dan kesetaraan).
 Martabat - pasien (dan orang yang merawat pasien) memiliki hak untuk martabat.
 Sejati dan kejujuran - konsep informed consent telah menjadi semakin penting sejak peristiwa historis 'Trial Dokter persidangan Nuremberg dan Tuskegee Syphilis Study .
Nilai-nilai seperti ini tidak memberikan jawaban tentang bagaimana menangani situasi tertentu, tetapi memberikan kerangka yang berguna untuk memahami konflik.
Ketika nilai-nilai moral dalam konflik, hasilnya mungkin sebuah etika dilema atau krisis. Kadang-kadang, ada solusi yang baik untuk dilema dalam etika kedokteran ada, dan kadang-kadang, nilai-nilai komunitas medis (misalnya, rumah sakit dan stafnya) konflik dengan nilai-nilai pasien individu, keluarga, atau komunitas non-medis yang lebih besar. Konflik juga dapat timbul antara penyedia layanan kesehatan, atau di antara anggota keluarga. Beberapa berpendapat misalnya, bahwa prinsip-prinsip otonomi dan bentrokan kebaikan ketika pasien menolaktransfusi darah , mengingat mereka yang menyelamatkan jiwa, dan mengatakan kebenaran tersebut tidak ditekankan untuk sebagian besar sebelum era HIV.
The Tuskegee Syphilis Experiment adalah sebuah penelitian tentang penyakit sifilis
tahap akhir, dilaksanakan selama 40 tahun (1932-1972) di USA. Penelitian ini
melibatkan 399 lelaki kulit hitam, sebagian besar buta huruf dan sangat miskin. Mereka
diberi informasi bahwa mereka diberi pengobatan terhadap ‘bad blood’, walaupun
sebenarnya para peneliti tidak berniat memberi terapi apa-apa. Penderita mendapat
’pink pill’ yang isinya aspirin, dan diberi janji mendapat pelayanan kesehatan gratis.
Data yang dicari oleh peneliti adalah manifestasi sifilis jika tidak diobati, termasuk
penyakit jantung, kelumpuhan, kebutaan, gila, dan kematian. Data ini dikumpulkan
dengan cara mengikuti perjalanan penyakit si penderita dan melakukan otopsi pada
saat ia sudah meninggal. Pada akhir penelitian, 28 orang meninggal karena sifilis, 100
orang meninggal karena komplikasi penyerta, 40 orang istri peserta terinfeksi, dan 19
orang anak mereka lahir dengan sifilis kongenital
Ada dua pandangan mengenai percobaan sifilis ini, di satu sisi, para peneliti menyatakan bahwa percobaan atau penelitian ini dilakukan demi ilmu pengetahuan yang nantinya didapat diklaim akan menguntungkan umat manusia.
Di sisi lain, percobaan ini jelas bertentangan dengan enam nilai strandar kedokteran yang tertulis di atas karena:
• Secara otonomi; pasien bahkan tidak pernah tahu apa yang dilakukan para peneliti pada mereka. Jangankan diberi pilihan bahkan perawatan yang dijalani oleh pasien saja mereka tidak mengerti.
• Dari segi “kebaikan”; para peneliti hanya memikirkan tentang apa yang akan didapat tanpa memikirkan kebaikan untuk pasien.
• Sejati dan kejujuran; ini jelas diabaikan mengingat alasan yang sudah disebutkan sebelumnya.
• Non maleficence; kegiatan yang dilakukan para peneliti jelas merugikan pasien
• Keadilan; alasan sama dengan yang sudah terrulis sebelumnya
Perlakuan yang dilakukan oleh Public Health Service (PHS) Amerika Serikat (kulit putih) sejak tahun 1932 tidak benar karena mereka menyembunyikan kebenaran medis dari si pasien (kulit hitam). PHS tidak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi (bahwa 399 orang menderita sifilis dalam keadaan laten), mereka hanya member tahu bahwa orang-orang kulit hitam itu memiliki ‘bad blood’.
Masalah etika dari kasus ini berangkat dari beberapa hal yaitu:
- Penipuan selama 40 tahun
Mereka ditipu untuk percobaan selama 40 tahun dari 1932-1973, tidak ada yang memberi tahu mereka bahwa mereka sifilis dan hasilnya mereka tidak mendapatkan pengobatan sifilis. Sampai akhir 1972, hanya 74 dari 399 orang itu yang selamat, 28 mati karena sifilis dan 100 lainnya mati karena komplikasi, 40 ibu (istri) terinfeksi, dan 19 anak lahir dengan congenital syphilis.
- Perlakuan seperti objek
Semasa proyek PHS itu, orang kulit hitam (Afrika-Amerika) tidak memiliki akses ke layanan kesehatan, sehingga pemeriksaan oleh PHS merupakan pemeriksaan kesehatan pertama bagi kebanyakan dari mereka. Selain pemeriksaan kesehatan gratis, makanan, dan transportasi juga diberikan kepada mereka. Ongkos pemakaman juga diberikan untuk mendapatkan izin otopsi dari pihak keluarga.
- Pengobatan?
Setelah penisilin diketahui sebagai obat yang efektif untuk sifilis, mereka tetap melanjutkan penelitian mereka (membiarkan orang kulit hitam yang menderita sifilis tanpa pengobatan) bahkan selama 25 tahun.

Pro & Kontra
Untuk kasus ini, kami tidak bisa pro karena jelas percobaan ini melanggar hak asasi manusia. Tujuannya memang baik yaitu untuk penelitian suatu penyakit, bagaimana suatu penyakit berkembang, dari laten samapai fatal, tetapi karena subjeknya adalah manusia, yang jelas-jelas adalah makhluk hidup dan mempunyai hak serta moral, percobaan tersebut sungguh tidak beretika. Apakah memang perlu dalam suatu penelitian atau percobaan memakai prinsip “Doing bad in the name of good?”

Kontra

Bahkan kita yang masih mahasiswa kedokteran pun tahun bahwa harus ada bioetika terhadap pasien dan untuk itu kita tidak asing dengan istilah inform consent. Pasien harus mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan menerima informasi akan langkah apa saja yang dapat dokter lakukan sehingga nantinya pasien dapat memutuskan (membuat persetujuan/penolakan) akan perlakuan yang dokter buat. Pada kasus jelas, pasien tidak mengetahui apa-apa sehingga di sini tidak ada inform consent yang sebenarnya.

PHS tahu bahwa percobaan mereka terhadap manusia tersebut sangat berbahaya bahkan sampai mengakibatkan kematian. Seharusnya percobaan yang sedemikan berbahaya ini di uji coba pada binatang. Walaupun binatang juga merupakan makhluk hidup, namun tidak akan meninggalkan masalah etika sekompleks ini karena binatang tidak memiliki akal dan moral.

Sekalipun memang harus melakukan percobaan pada manusia, seharusnya percobaan itu dilakukan dengan standar perlindungan medis yang sesuai dan manajemen yang baik.

Setelah kasus Tuskegee ini terjadi, pemerintah mengevaluasi praktik-praktik penelitian agar tidak lagi terjadi kasus seperti itu. National Research Act disahkan tahun 1974 yang mengakari berdirinya National Commission for the Protection of Human Subjects of Biomedical and Behavioural Research. Komisi ini berdiri untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip dalam penelitian dan member solusi untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut dipatuhi.




Belmont Report

Laporan Belmont adalah laporan yang dibuat oleh mantan Amerika Serikat Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan (yang berganti nama menjadi Health and Human Services ) yang berjudul "Prinsip Etis dan Pedoman untuk Perlindungan Manusia Subjek Penelitian," ditulis oleh Dan Harms , dan merupakan dokumen sejarah penting dalam bidang etika kedokteran . Laporan itu dibuat pada 18 April 1979 dan mendapatkan namanya dari Belmont Conference Center di mana dokumen itu dirancang.

Pada tanggal 12 Juli 1974, Riset Nasional Undang-Undang (Pub. L. 93-348) ditandatangani menjadi undang-undang, ada dengan menciptakan Komisi Nasional Perlindungan Manusia Subjek Biomedis dan Behavioral Research. Salah satu tuduhan kepada Komisi adalah untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip etika dasar yang harus mendasari pelaksanaan penelitian biomedis dan perilaku yang melibatkan subyek manusia dan untuk mengembangkan pedoman yang harus diikuti untuk memastikan bahwa penelitian tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip. Dalam melaksanakan hal tersebut di atas, Komisi diarahkan untuk mempertimbangkan:
1. Batas-batas antara penelitian biomedis dan perilaku dan praktek rutin diterima dan obat,
2. Peran kriteria penilaian risiko-manfaat dalam penentuan kewajaran penelitian yang melibatkan subyek manusia;
3. Pedoman yang tepat untuk pemilihan subyek manusia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut dan;
4. Sifat dan definisi informed consent dalam pengaturan berbagai penelitian.
Para Laporan Belmont mencoba merangkum prinsip-prinsip etis dasar diidentifikasi oleh Komisi dalam proses musyawarah tersebut.

1 comment:

  1. mau tanya hukum yang menegaskan tentang di larangnya suatu percobaan menggunakan subyek manusia itu apa ya..? makasih sebelumnya

    ReplyDelete

Komentar yang banyak
Kritik dan saran diperlukan dalam pengembangan Blog ini agar menjadi lebih baik