WELCOME 3:)

LETS ROCK WITH THE WORLD
MAKING WORLD KNOW WHO US
and SHOWING REASON for OUR EXISTENCE

Total Pageviews

Friday, June 22, 2012

Quo Vadis Kedokteran Islam

Baru-bari ini Alhamdulillah tulisan saya di masukkan di koran serambi Indonesia, ini dia.

Oleh Mohd Shanan Asyi

PRAKTIK kedokteran Islam kembali santer terdengar pada akhir dekade ini. Mungkin terlintas di benak kita pertanyaan: Apa sih bedanya praktik kedokteran Islam --yang sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad saw dulu sampai sekarang-- dengan praktik kedokteran pada umumnya?

Kedokteran Islam memegang prinsip bahwa segala penyakit yang memberikan adalah Allah, bukan virus, bakteri, dan agen patologis lainnya. Segala penyakit juga disembuhkan oleh Allah, bukan dokter yang hebat, obat yang ampuh, dan juga gaya hidup yang sehat. Kita wajib melakukan usaha-usaha dalam menjaga kesehatan kita, tapi semuanya kembali kepada Allah.

Praktik kedokteran Islam adalah segala macam upaya kesehatan yang dilakukan individu maupun kelompok yang tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis. Sering kali pikiran kita tersempitkan dengan memandang kedokteran Islam hanya sekedar tibun Nabawi (pengobatan ala Nabi), madu, bekam, dan habutussauda (jintan hitam). Padahal kedokteran Islam tidak hanya sebatas itu.

Jika kita merangkak dari definisi kedokteran Islam dapat kita dapatkan bahwa kedokteran Islam lebih dari itu. Pemerataan kesehatan, akses obat yang optimal, pengobatan bagi yang tidak mampu juga sesungguhnya merupakan bagian dari praktek kedokteran Islam itu sendiri. Model kedokteran Islam dapat dirumuskan sebagai berikut. Kedokteran Islam dibagi atas 5 aspek, yaitu: akidah, akhlak, fiqih, shirah, dan kafa’ah.

Aspek akidah artinya kita berusaha meningkatkan pemahaman tauhid dan level keimanan melalui ilmu kedokteran. Melalui upaya mengungkap hikmah kesehatan dari setiap ibadah, mengkaji berbagai isyarat kedokteran dalam Quran dan Sunnah, dst. Aspek akhlak, kita mengkaji seperti apa seharusnya etika praktik kedokteran yang sesuai Islam itu dilakukan oleh para dokter muslim. Dalam aspek Fiqih, kita mengkaji hukum halal/haramnya suatu tindakan medis (kontemporer) dari kacamata syariah.

Peningkatan kompetensi
Dari sisi shirah, kita belajar dan mengambil hikmah dari praktik pengobatan di masa Nabi dan para sahabat, serta periode emas kedokteran Islam, sehingga dapat kita terapkan di masa sekarang untuk kembali mencapai puncak kedokteran Islam. Dan, aspek kafa’ah, kita berupaya mendorong peningkatan kompetensi para dokter muslim, baik dari sisi medis dan nonmedis agar memiki kualifikasi yang mumpuni untuk melakukan praktik kedokteran secara maksimal.

Ketika kita belajar Ilmu Kedokteran maka akan terlihat banyaknya bagian ilmu kedokteran yang sejalan dengan apa yang telah disebut di dalam Alquran. Manfaat lebah dalam dunia kesehatan, proses embriologi, dan masih banyak lagi. Begitu juga sebaliknya, kita dapat melihat apa yang terdapat dan disebutkan dalam Alquran memiliki manfaat yang sangat besar jika ditinjau dari segi medis. Contohnya, shalat lima waktu yang sekarang sudah tidak diragukan lagi manfaatnya dalam bidang kesehatan.

Dalam aspek akhlak kita dapat mengkaji banyak hal. Sebagaimana kita ketahui bahwa permasalahan etika dalam dunia kedokteran itu sangat luas. Maka oleh karenanya dibutuhkan penemuan solusi melalui Alquran dan hadis. Selain dari pada itu kita juga dapat membuat etika khusus yang dapat dipegang oleh dokter meuslim.

Salah satu permasalahan yang cukup besar dalam dunia kedokteran saat ini adalah bagaimana jika terdapat pasien wanita yang pergi berobat ke dokter pria. Hal-hal yang seperti ini yang harus dibahas lebih mendalam agar terciptanya simpulan seperti apa etika dokter muslim yang seharusnya.

Melalui aspek fiqih kita dapat menentukan halal atau haramnya suatu makanan, obat-obatan, bahkan juga tindakan. Seperti kita ketahui, misalnya, tidak semua makanan itu halal. Ada makanan yang haram. Selain itu, kita juga dapat melihat hukum dari suatu tindakan. Contoh tindakan tersebut adalah eutanasia, yang masih pro-kontra. Maka tugas kita adalah menentukan hukumnya dengan cara penalaran berdasarkan Alquran dan hadis.

Sejarah kedokteran yang begitu luar biasa dalam dunia Islam telah membawa kedokteran hingga moder seperti saat ini. Para ilmuwan Islamlah yang pertama kali dapat menciptakan Ilmu Kedokteran yang logis dan rasional. Sejarah mengenal Ibnu Sina yang dalam dunia barat lebih dikenal dengan nama Avicenna. Alqanun (Canon of Medicine) merupakan masterpiece-nya. Ini semua dapat kita pelajari dalam aspek shirah.

Aspek kafa’ah dapat dipenuhi dengan cara tarbiyah. Kaderisasi berjenjang merupakaan cara yang baik dalam menciptakan dokter-dokter yang berbasis Islam. Tarbiyah yang baik dapat dilakukan mulai dari jenjang mahasiswa dan berlanjut seumur hidup. Banyaknya LDF (lembaga dakwah fakultas) di tiap-tiap fakultas kedokteran sekarang yang menyediakan sarana tarbiyah merupakan langkah awal yang cukup baik dalam mencetak para dokter muslim.

Bagaimana diterapkan
Permasalahan lain adalah bagaimana sistem kedokteran Islam ini diterapkan. Hingga saat ini implementasi kedokteran Islam hanya terbatas pada ranah individu ataupun kelompok saja (rumah sakit). Maka perlu jugalah diterapkan sistem kedokteran Islam ini pada ranah sistem kesehatan di Indonesia, yang implementasinya terbagi atas enam subsistem, yaitu: Upaya kesehatan; Pembiayaan kesehatan; Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan; Farmasi, Alat, dan Makanan; Pemberdayaan Masyarakat, dan; Manajemen kesehatan dan Informasi.

Jika keenam subsistem tersebut diterapkan dengan baik dengan prinsip-prinsip dari kedokteran Islam, maka diharapkan meningkatnya sistem kesehatan kita dan tersedianya akses pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Alquran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. 22:54)

Terkait masalah ini, Rasulullah saw bersabda: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan pengetahuan mereka. Adakah kalian suka jika Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR. Bukhari). Dalam hadis yang lain, Rasulullah juga bersabda: “Tiap-tiap diri dimudahkan mengerjakan sebagaimana dia telah diciptakan untuk amal tersebut.” (HR. Bukhari).

Untuk menciptakan peradaban, bukanlah seperti membalikkan telapak tangan, namun dengan upaya yang luar biasa berat yang dimulai daripada diri sendiri. Oleh karena itu prinsip-prinsip yang penulis terapkan di atas haruslah dapat diimplementasikan oleh semua muslim dengan baik, sesuai dengan potensi masing-masing demi kemajuan peradaban Islam. Semoga!

* Mohd. Shanan Asyi, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Email: shanan_az@yahoo.com

Editor : hasyim


Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2012/06/09/quo-vadis-kedokteran-islam

No comments:

Post a Comment

Komentar yang banyak
Kritik dan saran diperlukan dalam pengembangan Blog ini agar menjadi lebih baik