WELCOME 3:)

LETS ROCK WITH THE WORLD
MAKING WORLD KNOW WHO US
and SHOWING REASON for OUR EXISTENCE

Total Pageviews

Tuesday, January 4, 2011

Pleural Peritonial dan Cairan Perikardial

Pleural Fluid
• Pleural cavity adalah rongga potensial yang membatasi antara bagian dalam mesothelium dengan bagian parietal paru-paru.Normalnya,Rongga ini mengandung sejumlah kecil cairan yang memfasilitasi pergerakan dua membran terhadap satu sama lain.
• Pleural fluid didapat dari kapiler pada parietal paru-paru yang dihasilkan terus menerus dengan kecepatan yang bergantung pada tekanan hidrostatik kapiler,tekanan onkotik plasma dan permeabilitas kapiler. Kemudian diserap kembali melaui limfatik dan venula pada visceral pleura.
• Cairan yang terakumulasi disebut effusi yang dihasilkan dari ketidaknormalan produksi dan penyerapan cairan.Akumulasi cairan pada rongga pleural,pericardial dan peritoneal dikenal dengan effusi serous.
Specimen Collection
• Thoracentesis di indikasikan untuk effusi paru-paru yang belum terdiagnosa atau untuk tujuan terapi pada pasien dengan effusi simptomatik yang besar.
• Untuk EDTA tube (total and differential cell counts) ,spesimen dikumpulkan pada tabung yang di heparinisasi untuk menghindari penggumpalan.
• Untuk aerobic dan anaerobic kultur bakteri paling baik ditempatkan pada media kultur darah .Jika dicurigai terdapat keganasan ,infeksi jamur atau infeksi mycobakteri ,semua cairan yang ada (100 ml atau lebih) di kumpulkan untuk memaksimalkan hasil melalui pewarnaan dan kultur.
• Spesimen untuk pemeriksaan sitology harus disimpan selama 48 jam pada lemari pendingin untuk hasil yang memuaskan.Untuk pengukuran pH,cairan dikumpulkan secara anaerobik dalam alat semprot yang diheparinisasi lalu di bawa kelaboratorium dalam es.

Transudat dan Eksudat
• Cairan pleural diklasifikasikan menjadi transudat dan eksudat
• Transudat :Peningkatan tekanan hidrosatik atau penurunan tekanan onkotik plasma,misalnya pada congestive heart failure,hepatik cirrhosis dan hipoproteinemia
• Eksudat:Peningkatan permeabilitas kapiler dan penurunan penyerapan limfatik,misalnya pada bakterial pneumonia ,tuberkolosis ,viral pneumonia ,metastatic carcinoma,penyakit rheumatik dan Lupus.
• Cairan yangh berasal dari luar paru-paru: pancreatitis,pecahnya esophagus dan urinothorax.

Reccomended test
• Sebelum evaluasi lebih lanjut terhadap serous fluid,penting untuk membedakan antara effusi transudatif dan eksudatif.Beberapa parameter kimia yang digunakan untuk membedakan kedua jenis cairan telah dikembangkan ,meskipun tidak 100% akurat.

Laboratory Criteria for Pleural Fluid Exudate
Pleural fluid/serum protein ratio ≥ 0.50
Pleural fluid/serum LD ratio ≥ 0.60
Pleural fluid LD ≥ 2/3 upper limit of normal serum
Pleural fluid cholesterol > 45 mg/dL
Pleural fluid/serum cholesterol ratio ≥ 0.30
Serum-pleural fluid albumin gradient ≤ 1.2 g/dL
Pleural fluid/serum bilirubin ratio ≥ 0.60

Pleural Effusion : Recommended Tests
Routine tests Useful tests in most patients Useful tests in selected cases
Gross examination Stains and cultures for microorganism Pleural fluid cholesterol
Pleural fluid/serum protein ratio Cytology Pleural fluid/serum cholesterol ratio
Pleural fluid/serum LD ratio Albumin gradient
Examination of Romanowski-stained pH
smear (malignant cells, LE cells) Lactate
Enzymes (ADA, amylase, LD)
Interferon-gamma
C-reactive protein
Lipid analysis
Tumor markers
Immunologic studies
Tuberculostearic acid

Pleural Biopsy
Gross Examination
• Transudat biasanya jernih,kuning pucat hingga kekuning-kuningan,tidak berbau dan tidak menggumpal.Hampir 15 % transudat mengandung sedikit darah(blood tinged) .Effusi pleural yang mengandung darah (hematokrit >1%) menunjukkan adanya trauma,keganasan atau infark pulmonary.
• Eksudat secara kasarnya menyerupai transudat ,tapi memperlihatkan variasi pada kekeruhan dan kesuraman (cloudiness) dan akan menggumpal jika tidak di heparinisasi.Bau sperti feses (fecalent) dapat terdeteksi pada infeksi anaerobik.Spesimen yang keruh,seperti susu,atau berdarah harus diperiksa dengan cara disentrifugasi kemudian memeriksa bagian supernatantnya.
• Jika supernatant jernih,kekeruhannya disebabkan adanya element selular atau debris.
• Jika kekeruhan tetap bertahan setelah sentrifugasi ,terdapat effusi chylous dan pseudochylous.
• Effusi chylous dihasilkan dari kebocoran pada saluran thoraks dari obstruksi oleh lymphoma,carcinoma atau gangguan traumatik.
• Effusi pseudochylous atau chyliform menunjukkan tampilan seperti susu,kehijau-hijauan atau emas(gold paint appeareance).Cairan terakumulasi melalui kerusakan pada lipid selular pada effusi yang berkepanjangan seperti rheumatoid,tubercolosis atau myxedema.

Microscopic Examination
• Penghitungan leukosit : transudat < 1000/µL dan eksudat > 1000/µL
• Penghitungan diferensial leukosit dan sitologi : pemeriksaan dilakukan pada stained smear dan di disiapkan melalui sitosentrifugasi. Filtrasi atau metode konsentrasi automated dengan pewarnaan papanicolaou dapat juga digunakan jika dicemaskan adanya sel yang hilang.
• Dengan analisis sitologi, dapat dihasilkan diagnosis untuk metastatik karsinoma pada 70% atau lebih kasus ketika dilakukan smear dan cell block.
• Mesothelial cell : Umum terdapat pada cairan pleural yang berasal dari proses inflamasi, biasanya ada pada pasien tuberculous, pleurisi, empyema, dan pleuritis rheumatoid. Deposisi fibrin dan fibrosis terjadi pada kondisi ini yang mencegah eksfoliasi sel mesothalial.
• Neutrophil : mendominasi cairan pleural pada pasien dengan inflamasi paru-paru.
• Lymphocytes : biasanya berbentuk kecil, tapi variasi yang medium, lebar, dan reaktif juga dapat terlihat. Pembelahan nukleolus dan inti lebih mencolok terdapat pada efusi daripada darah perifer. Leukosit yang berhubungan dengan transudat tidak memiliki fungsi klinis yang signifikan.
• Eosinophil : jika lebih dari 10%, penyebab utamanya adalah berhubungan dengan adanya darah atau udara pada rongga pleural. Kebanyakan dari eosinophil adalah eksudat dan penyebabnya belum diketahui. Sejumlah kecil mast cell atau basophil juga terdapat pada eosinophil.



Chemical Analysis
• Protein : jumlah protein atau albumin memiliki sedikit nilai klinis kecuali jika dikombinasikan dengan parameter lain untuk membedakan eksudat dari transudat.
• Glukosa : Level glukosa pada cairan normal pleural, transudat, dan eksudat mirip dengan level serum. Penurunan glukosa pada cairan pleural yang masih dapat diterima adalah dibawah 60mg/dL. Rendahnya glukosa pada cairan pleural terdapat pada keganasan tuberculosis, infeksi bakterial non-purulent, lupus pleuritis, dan kebocoran esophageal.
• Lactate : Level lactate cariran pleural dapat berguna pada diagnosis cepat untuk infeksi pleuritis. Jumlahnya lebih tinggi pada infeksi bacterial dan infeksi tuberculous pleural.
• Enzyme : (1) Amilase. Kenaikan level amilase di atas level serum mengindikasikan adanya pankreatitis, kebocoran esophageal, atau efusi keganasan. (2) Lactate dehidrogenase (LD). Levelnya meningkat karena adanya inflamasi dan berguna juga dalam memisahkan eksudat dan transudat. Penurunan level LD selama efusi mengindikasikan proses inflamasi telah berakhir. (3) Adenosine Deaminase (ADA). Banyak terdapat pada limfosit T dan meningkat pada tuberkulosis pleuritis.
• Interferon gamma (INF-gamma) : level INF-gamma pada cairan pleural meningkat secara signifikan pada pasien dengan tuberculous pleuritis. Sensitivitas level dari 3.7 IU/L atau lebih adalah 99% dan spesifitas adalah 98%.
• pH : Pengukuran pH cairan pleural memiliki keakuratan diagnostik paling tinggi dalam mendapatkan prognosis dari effusi parapneumonic (berhubungan dengan pneumonia).Eksudat parapneumonik dengan pH lebih besar dari 7.30 secara umum menunjukkan pengobatan bisa dilakukan hanya dengan terapi saja.Sedangkan pH kurang dari 7.20 mengindikasikan adanya komplikasi effusi parapneumonik yang membutuhkan pembedahan untuk pengeringan.
Urinothorax,sekumpulan urin yang dihasilkan oleh saluran lymphatic dari akumulasi perirenal kedalam rongga pleural yang juga berhubungan dengan pH cairan pleural kurang dari 7.30.Effusi ini bersifat transudatif karena kandungan protein yang rendah ,berbau urin dan memiliki level creatinin yang lebih besar dari serum.
• Lipid:Kadar trigliserida dari cairan pleural diatas 110 mg/dl mengindikasikan adanya effusi chylous,effusi nonchylous dan pseudochylous umumnya memiliki kadar trigliserida dibawah 50 mg/dl dan tidak terdapat chylomicron pada electrophoresis.
• C-reactive protein(CRP):CRP cairan pleural biasanya berguna secara klinis untuk screening test pada penyakit organ,indeks dari aktivitas penyakit dan pengukuran terhadap respon therapy.
• Tuberculosteoric Acid (TSA,10 -methyloc tadecanoic acid) :di isolasi pertama kali dari basilus mycobacterium tubercolosis.Lemak ini merupakan komponen strukrural dari mycobacteria dan normalnya tidak ada pada jaringan manusia.
• Penanda tumor (tumor marker):walaupun tidak direkomendasikan pada tes rutin,berbagai tes penanda tumor sering berguna sebagai tes tambahan pada eksudat inflamasi enigmatik dengan negatif sitology.
Immunologic Studies
• Rheumatid factor (RF) umum ada pada effusi pleural disertai dengan seropositif RA.Walaupun titer cairan pleural adalah 1: 320 atau lebih pada pasien dengan RA yang diketahui adalah bukti yang tepat untuk rheumatic pleuritis
• Peningkatan titer RF hingga 1:1280 di identifikasi pada 41% pasien dengan bakterial pneumonia ,20 % pasien dengan effusi keganasan dan 14 % pasien dengan tuberculosis.
• Antinuclear antibody (ANA)titer dapat berguna pada effusi yang disebabkan lupus pleuritis,sensitivitasnya sekitar 85% menggunakan cutoff titer 1:160.

Microbiological Examination
Bakteri yang biasanya berhubungan dengan effusi parapneumonik adalah staphylococcus aureus,streptococcus pneumonia,beta-hemolytic group A streptococci,gamma-streptococci dan beberapa gram negative bacilli.

Pericardial Fluid
 Jumlah normalnya pada rongga pericardial adalah 10-50 ml yang dihasilkan dari proses transudatif sama seperti cairan pleural.
 Effusi pada umumnya disebabkan oleh infeksi viral,enterovirus.Dapat juga disebabkan dari bacterial,infeksi jamur atau tuberculous,gangguan autoimmun,gagal ginjal ,myocardial infarction,injury mediastinal dan efek dari berbagai obat atau merupakan idiophatic.
Specimen Collectiom
Cairan didapatkan melalui pericardiotomy di ikuti dengan thoracotomy atau melalui pericardiocentesis (aspirasi jarum sterile)

Gross Examination
 Cairan normal berwarna kuning pucat dan jernih.Effusi yang banyak (>350 ml) lebih sering disebabkan oleh adanya keganasan atau uremia atau adanya idiophatic.
 Infeksi atau keganasan biasanya menghasilkan effusi yang keruh sedangkan effusi yang disebabkan uremia, jernih dan kekuning-kuningan.
 Cairan yang mengandung darah yang didapat melalui pericardiocentesis menggambarkan effusi hemmorhagic atau aspirasi yang kurang hati-hati.
 Tampilan seperti susu (milky) mengindikasikan adanya chylous atau pseudochylous effusi.

Eksudat dan transudat
 Sampai saat ini,kriteria untuk membedakan eksudat dari transudat belum dipelajari secra mendalam pada cairan pericardial.
 Test rutin yang dilakukan pada cairan pericardial terbatas pada penghitungan sel,glukosa,protein total,LD,kultur bakteri dan sitology.Tes-tes spesifik lain untuk penyakit dengan kecurigaan klinis yang tinggi.

Microscopic Examination
 Penghitungan total leukosit lebih dari 10.000/µL mengindikasikan adanya bakteri ,tuberculous atau pericarditis ganas.Namun ,kondisi ini dapat juga terjadi pada penghitungan dengan jumlah yang rendah.
 Identifikasi sitologi dari sel yang ganas tidak terlau sulit.Karsinoma metastatic pada paru-paru atau payudara biasanya ditemukan pada effusi pericardial yang ganas.Sitology memiliki sensitivitas 95 % dan Specifitas 100%


Chemichal Analyisis
 Protein:Jumlah total protein tidak memiliki kekuatan diskriminasi dalam diagnosis pericardial.
 Glukosa:Nilai glukosa kurang dari 40 mg/dL (<2.22 mmol/L) umumnya pada bakteri,tuberculous,rheumatic dan effusi keganasan.  pH:Cairan pericardial ditandai dengan penurunan pH (<7.10) pada rheumatic atau pericarditis purulent.Keganasan,uremia,tuberculosis dan gangguan idiophatic memiliki penurunan yang sedang dengan kisaran antara 7.20-7.30.  Lipid:Pemisahan antara chylous dari effusi poseudochylous bisa difasilitasi oleh pengukuran trigliserida dan colesterol.  Enzim: (1) Lactate Dehidrogenase (LD)kadar yang lebih besar dari 2000 u/L diindikasikan adanya cut off dari eksudat perikardial. (2) Adenosine Deaminase, aktivitasnya berguna sebagai tes tambahan untuk perikarditis tuberculous dalam kasus yang mencurigakan dengan pewarnaan acid fast negatif.  Interferon-gamma (INF-gamma) : peningkatan kadar INF-gamma telah dilaporkan pada efusi serous tuberculous, termasuk pericarditis tuberculous.  Polymerase chain reaction (PCR) : lebih spesifik daripada diagnosis perikarditis tuberculous dengan adenosin deaminase. Immunologic Studies Hasil negatif dari tes antinuclear antibodi (ANA) : tidak terdiagnosis lupus serositis. Microbiological Examination • Penting pada bakteri aerobik, termasuk S. Aureus, S. Pneumoniae, S. Pyogenes, Beta-Hemolytic group A Streptococcus, dan gram negatif Bacilli. • Meskipun infeksi perikarditis karena bakteri anaerobic jarang ditemukan karena bakteri sering tidak dikenali karena metode yang tidak konsisten pada isolasi dan identifikasi bakteri. • Organisme anaerobic pada umunya adalah Bacteroides Fragilis group, Anaerobic streptococci, Plostridium species, Fuso bacterium species, dan Bividp bacterium species. • Diagnosis spesifik untuk agen etiologi virus perikarditis umumnya sulit dilakukan karena virus jarang diisolasi dari cairan perikardial. Peritoneal Fluid Ascites adalah akumulasi pathologi yang berlebihan dari cairan pada rongga peritoneal.Lebih dari 50 ml cairan normalnya ada di rongga mesothelial.Dihasilkan sebagai plasma ultrafiltrat yang bergantung pada permeabilitas vaskular,hydrostatic dan gaya starling oncotik. Transudat dan eksudat Etiology of Peritoneal Effusions Transudates : increased hydrostatic Exudates : increased capillary pressure of decreased permeability of decreased Chylous effusions plasma oncotic pressure lymphatic resorpsion infections Congestive heart failure Infections Damage to or obstruction Hepatic cirrhosis Primary bacterial peritonitis of thoracic duct (e.g., Hypoproteinemia Secondary bacterial peritonitis trauma, lymphoma, (e.g., nephrotic syndrome) (e.g., appendicitis, bowel rupture) carcinoma, tuberculosis, Tuberculosis and other granulomas Neoplasm [e.g., sarcoidosis, Hepatoma histoplasmosis, etc.], Lymphoma parasitic infestation) Mesothelioma Metastatic carcinoma Ovarian carcinoma Prostate cancer Trauma Pancreatitis Bile peritonitis  Kriteria laboratorium untuk mengklasifikasikan cairan peritoneal kedalam transudat dan eksudat tidak sebaik pada cairan pleural dan pericardial.  Metode yang paling mendekati dalam membedakan transudat dan eksudat cairan peritoneal adalah serum-gradien albumin ascites(konsentrasi serum albumin dikurang konsentrasi cairan albumin ascitic).Gradien besar dari 1,1 g/dL adalah transudat sedangkan kurang dari 1,1 g/dL adalah eksudat. Specimen Collection  Paracentesis: dilakukan pada pasien dengan ascites yang baru (new ascites) atau jika tidak ada perubahan pada gambaran klinis pasien dengan ascites seperti akumulasi yang cepat dari cairan atau berkembangnya demam.Volume minimum yang dibutuhkan untuk evaluasi lengkap adalah 30 ml sedangkan untuk pemeriksaan sitologi adalah 100 mL.  Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL):Tidak lagi direkomendasikan sebagai teknik rutin pada abdominal trauma.Prosedurnya dengan menempatkan catheter melalui torehan kecil menuju rongga abdomen.Jika kurang dari 15 mL darah yang bisa di dapat,DPL dilakukan dengan pemasukan 1,0 L larutan garam ringer dan mempertahankan cairan dengan penyaluran gravitasi.  Peritoneal Dialysis  Peritoneal washing Recommended Test Recommended Tests in Peritoneal Effusion Useful in most patients Useful in selected disorders Gross examination Total leukocyte and diffferential cell counts Cytology RBC count (lavage) Stains and culture for microorganism Bilirubin Serum-ascites albumin concertration gradient Creatine / urea nitrogen Enzymes (ADA, ALP, amylase, LD, telomerase) Lactate Cholesterol (malignant ascites) Fibronectin Tumor markers (CEA, PSA, CA 19-9, CA 15-3, CA-125) Immunocytology / flow cytometry Tuberculostearic acid Gross Examination  Transudat secara umum berwarna kuning pucat dan jernih sedangkan eksudat keruh karena adanya leukosit,sel tumor atau peningkatan kadar protein.  Kehadiran partikel makanan,benda asing,pewarnaan empedu kuning-hijau pada spesimen DPL menandakan adanya perforasi dari saluran empedu dan gastrointestinal.Pankreatitis akut dan cholecystitis dapat juga menyebabkan discolorasi kehijauan.  Cairan seperti susu yang tidak jernih dengan sentrifugasi menandakan adanya effusi chylous dan pseudochylous.Disebabkan oleh gangguan atau penyumbatan pada aliran lymphatic oleh trauma ,lymphoma,karsinoma,tuberkolosis atau penyakit lain granulomatous,hepatic cirrhosis,adhesi atau infestasi parasitik. Microscopic Examination  Penghitungan total leukosit berguna dalam membedakan ascite yang disebabkan oleh uncomplicated cirrhosis dari Peritonitis bakteri secara spontan (SBP),yang disebabkan oleh migrasi bakteri dari usus menuju cairan ascitic.90% pasien SBP akan menunjukkan hasil penghitungan leukosit lebih besar dari 500/µL,lebih dari 50% nya adalah neutrophil.  Penghitungan sel,protein total dan nilai gradien albumin nilinya bervariasi yang bergantung pada pembentukan dan resolusi ascite.Misalnya ,diuresis dapat meyebabkan peningkatan penghitungan WBC dari 300/µL menjadi 1000/µL atau lebih.  Eosinophilia (>10%) pada umumya berhubungan dengan proses inflamasi kronik yang merupakan dialysis peritoneal kronik.Telah dilaporkan juga pada congestive heart failure,vasculitis,lymphoma dan ruptured hydatid cyst.

Chemical analysis
 Protein
SBP berhubungan dengan rendahnya protein total (<3.0 g/dL) dan tingginya gradien serum acites albumin (>1.1 g/dL)
 Glukosa
Kadar glukosa cairan 50 mg/dL atau kurang ,ada pada 30-60% kasus tuberculous peritonitis dan sekitar 50 % pasien dengan abdominal carcinomatosis.
 Enzim
(1)Amylase,Aktivitas normalnya pada cairan peritoneal mirip dengan kadar plasma.Kadar yang lebih besar tiga kali dari nilai plasma merupakan bukti adanya ascite yang berhubungan pankreas.
(2)Alkaline Phosphatase (ALP),Penghitungan ALP cairan ascitic berguna dalam membedakan peritonitis bakteri primer dari peritonitis bakteri sekunder karena perforasi perut.Peritonitis bakteri sekunder memiliki kadar ALP yang lebih besar dari pada SBP.
(3) Lactate Dehidrogenase (LD),aktivitasnya sering meningkat pada effusi keganasan.Rasio serum atau cairan ascitic LD lebih besar dari 0.6 dengan sensitivitas 80%.
(4)Telomerase,adalah diskriminator spesifik pada keganasan ascites.Aktivitas telomerase diseteksi pada 81% effusi keganasan peritoneal dengan sensitivitas 76% dan specifitas 95.7%.
(5) Adenosine Deaminase (ADA) umum digunakan pada daerah endemik untuk mengidentifikasi pasien dengan tuberculous oeritonitis.
 Fibronektin
Fibronektin lebih berguna dalam membedakan antara keganasan dengan ascite steril dari protein total,LD,gamma-glitamyltransferase,pH,amylase,trigliserida,penghitungan leukosit dan pemeriksaan sitology.
 Laktat
Laktat cairan ascitic telah digunakan dengan pengukuran pH untuk membedakan SBP dari uncomplicated ascite.Walaupun tidak seakurat penghitungan leukosit,tapi memiliki nilai tertentu yang berguna dalam diagnosis SBP.Keganasan dan tuberculous ascite juga berhubungan dengan peningkatan kadar laktat.
 Creatinine dan Urea
Pengukuran kadar creatinine dan urea berguna dalam membedakan cairan peritoneal dan urin.Peningkatan nitrogen urea cairan peritoneal dan creatinin,berhubungan dengan peningkatan serum urea tapi normal pada serum creatinin,mengindikasikan adanya kebocoran kantung kemih.
 Bilirubin
Bilirubin cairan ascitic yang lebih besar dari 6.0 mg/dL mengindikasikan adanya choleperitoneum dari bocornya kantung kemih.
 pH
Berguna dalam diagnosis pasien SBP dengan cirrhotic ascite,khususnya jika disertai dengan penghitungan leukosit.Pasien dengan pH cairan ascite kurang dari 7.15 menunjukkan prognosis yang buruk.pH yang rendah juga ditemukan pada pasien dengan keganasan,ascite pankreatitis dan tuberculous perotonitis.
 Cholesterol
Berguna dalam memisahkan antara ascite keganasan dari cirrhotic ascite.
 Interleukin-8(IL-8)
Sitokin yang dihasilkan dari berbagai sel dalam respon terhadap stimuli seperti lipopolisakarida bakteri,yang tinggi pada SBP dibanding ascite yang steril.
 Tuberculostearic Acid(TSA-10-Methyloctadecanoic Acid)
Dideteksi pada 75% pasien dengan pulmonary tuberculous menggunakan kromatografi gas atau spctroscopy massa.Penghitungan TSA juga merupakan teknik yang berguna dalam mengidentifikasi tuberculous perotonitis ,tuberculous menigitis dan pneumonia.
 Tumor Markers
Penghitungan tumor marker dianggap memiliki sedikit nilai dalam identifikasi kecuali pada beberapa kasus dan untuk melihat respon pasien terhadap terapi dan deteksi awal pada adanya tumor.Dapat berguna juga ketika hasil pemerikasaan sitologi menunjukkan hasil yang negatif tapi kecurigaan terhadapat kegansan ascite tinggi.

Microbiological Examination
Bakteri pada SBP umumnya adalah flora normal pada usus dan lebih dari 92% adalah monomikroba.Bakteri aerobik gram negatif misalnya E.coli dan klebsilella pneumonia berperan pada dua per tiga kasus atau lebih di ikuti dengan S.pneumonia,Enterococcus sp dan jarang anaerob.

Transpor Spesimen

SPECIMEN TRANSPORT

Media Transport
Sebaiknya spesimen klinik untuk pemeriksaan mikrobiologik dikirimkan ke Lab. sesegera mungkin, supaya patogen yang mungkin terdapat di dalam spesimen masih viable (hidup).
Kalau tidak diantisipasi akan terjadi keterlambatan, maka gunakan medium transport:
• Stuart”s transport medium
• Amies transport medium
• Cary-Blair medium






Cara penyimpanan dan Pengiriman
Darah disimpan pada suhu kamar,tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam, spesimen tidak boleh disimpan dalam lemari es. Spesimen harus segera dikirim ke laboraturium, apabila jarak jauh, spesimen darah dapat dimasukkan ke dalam botol/tabung yang berisi antikoagulan sodium polyanethol sulfonate

Spesimen Sputum dan urin harus sudah tiba di laboraturium dalam waktu 1 jam, bila
tidak memungkinkan harus disimpan dalam lemari es (2-8ºC). Pengiriman sputum dan urin dilakukan dalam cooling box kecuali jika pengiriman dapat dilakukan kurang dari 1 jam setelah pengambilan spesimen.

Spesimen tinja harus segera dikirim ke laboraturium (kurang dari 2 jam setelah pengambilan bahan). Bila lebih dari 2 jam spesimen dimasukkan ke dalam media transport Carry & Blair dan disimpan dalam suhu ruang. Bila tidak ada media transport, tinja disimpan dalam suhu 2-8ºC.

Usap tenggorok dan Usap nasofaring Spesimen dimasukkan ke dalam media
Transport. Bila spesimen tidak dapat diproses pada hari yang sama, bisa disimpan pada suhu 2-8ºC. Untuk biakan bakteri mikroaerofilik disimpan dalam suasana CO₂ 5-10% (Sungkup lilin). Pengiriman dilakukan dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika waktu
perjalanan kurang dari 24 jam.
Eksudat/pus Spesimen harus sudah sampai di laboraturium dalam waktu 2 jam setelah pengambilan, jika tidak memungkinkan bisa disimpan dalam lemari es (2-8ºC). Pengiriman dilakukan dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika perjalanan yang diperlukan kurang dari 2 jam.

Cairan Otak Spesimen harus sudah tiba di laboraturium dalam waktu 1 jam setelah pengambilan, jika tidak memungkinkan spesimen harus disimpan dalam lemari es atau media transport dalam beberapa jam saja. Pengiriman spesimen harus secepat mungkin dengan menggunakan cooling box (2-8ºC) kecuali jika waktu perjalanan kurang dari 1 jam.

Cairan Cerebrospinal

Cerebrospinal fluid
Pada orang dewasa jumlah total cairan serebrospinal sekitar 90-150mL, sekitar 25mL terdapat pada ventrikel dan sisanya terdapat di dalam ruangan subarachnoid. Dalam satu hari sekitar 500mL serebrospinal diproduksi atau 0,3-0,4 mL/menit, pergantian volume total serebrospinal setiap 5-7 jam. Sedangkan pada neonatal volume bervariasi dari 10-60mL. Sekitar 70% CSF berasal dari ultrafiltrasi dan sekresi dari choroid plexus, sisanya dari lapisan ventricular ependymal dan celah serebral subarachnoid.
Penelitian dye-exclusion (tryphan blue) menemukan konsep dari blood-brain barrier (BBB)berupa intercellular tight junction (zonula occludens) yang terdapat pada kapiler endothelium, selain itu terdapat juga blodd-CSF barrier (BCB) berupa choroid plexus atau choroid ephitelium, dimana satu lapis sel choroidal ependyma yang khusus terhubung dengan tight junction pada fenestrated kapiler.
Secara fisiologi, barrier ini mengatur regulasi osmolarity pada jaringan otak dan CSF, dan juga mengatur tekanan dan volume pada intracranial.
Secara biokimia, BCB bersifat permeable terhadap substansi larut air namun non-permeable terhadap substansi larut lemak, hal yang sebaliknya terhadap BBB.
Ion-ion pada CSF seperti H+, K+, Ca2+, Mg2+, bicarbonate dan lain-lain diregulasi secara ketat oleh system transport yang spesifik, sedangkan glukosa, urea, dan keratin dapat difusi secara bebas namun mebutuhkan waktu sekitar 2jam untuk seimbang. Protein masuk dengan cara difusi pasif yang tergantung pada gradien konsentrasi pada plasma-CSF dan berbanding tebalik terhadap berat molekul dan hemodinamik volume.
Fungsi CSF : - sebagai physical support untuk otak.
-sebagai pelindung dari efek perubahan mendadak dari tekanan darah.
-pengganti fungsi system lymphatic yang tidak ada di otak, seperti ekskresi.
-sebagai saluran transportasi factor yang dilepaskan oleh hypothalamus ke otak tengah.
-mempertahankan homeostatis ion pada system saraf pusat.
Sirkulasi CSF.
CSF yang dibentuk di choroid plexus mengalir melalui system ventricular, lalu melalui foramen magendie dan luschka menuju basal cisterns. Selanjutnya sirkulasi menuju ruang spinal subarachnoid, mengelilingi cereblum beserta permukaannya lalu menuju ke tempat absorbsiCSF yaitu arachnoid villi yang banyak terletak pada superior sagital sinus dan pada spinal. Aliran CSF di arachnoid villi terjadi satu arah yaitu dari ruang subarachnoid menuju vena kompartemen dengan mekanisme katup.

Serebrospinal dapat diperoleh dengan beberapa teknik, namun pada umumnya teknik yang digunakan adalah lumbar puncture. Teknik lain seperti suboccipital puncture memiliki tingkat komplikasi yang tinggi, sehingga dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Pengambilan CSF biasanya dari tulang belakang di antara tulang yang ke 3, 4 atau 5 sebanyak 20mL. Pengambilan CSF harus diawali dengan pengukuran tekanan CSF dengan menggunakan manometer. Tekanan CSF berubah-ubah sesuai dengan perubahan postur tubuh, tekanan darah, valsava maneuver dan factor-faktor lainnya. Contoh, pada orang dewasa normal tekanan pembuka dalam posisi lateral decubitus dengan kaki dan leher pada posisi normal sekitar 90-180mm. Tekanan CSF yang meningkat menunjukan pasien dalam keadaan tegang bersamaan dengan gagal jantung congestive, meningitis, superior vena cava syndrome, thrombosis pada sinus vena, cerebral edema, mass-lesions, hypo-osmolality, atau terjadi penghambatan absorbs CSF. Sedangkan peningkatan tekanan pembuka menunjukan kelainan yang hanya terjadi pada cryptococcal meningitis dan pseudotumor cerebri. Penurunan tekanan CSF dapat dikarenakan penyumbatan pada spinal-subarachnoid, dehidrasi, circulatory collapse dan CSF leakage. Penurunan tekanan setelah pengambilan 1-2mL CSF mungkin dapat disebabkan herniation, penyumbatan spinal pada daerah puncture dan tidak ada cairan yang dapat diambil lagi. Dalam pengambilan CSF, tidak hanya perlu memperhitungkan jumlah cairan yang akan diambil, tapi juga dibutuhkan clinical history seperti di daerah mana CSF tersebut diambil. Dalam melakukan CSF specimen, cairan yang diambil dapat dibagi menjadi 3bagian dengan tube yang berbeda-beda, yaitu :
- No.1 untuk penilitian kimia dan immunologi.
- No.2 untuk penilaian mikrobiologi.
- No.3 untuk penghitungan jumlah sel dan diferensial. Tube bagian ini diberikan kepada cytology jika pasien suspect malignancy.
Namun pembagian tube ini dapat berubah sesuai kondisi, contoh jika terjadi hemorrhage pada tube pertama dikarenakan traumatic puncture, maka tube ketiga dialih-fungsikan sesuai dengan tujuan utama pemeriksaan, contoh jika pasien suspect multiple sclerosis, maka tube 3 digunakan untuk meneliti proteinnya, dan tube pertama tidak digunakan walaupun untuk meneliti mikrobiologi, karena mungkin sudah terkontaminasi bakteri kulit. Specimen harus dengan cepat dibawa ke laboratorium dan diteliti untuk menghindari degradasi organel, dan harus berlangsung tidak lebih dari 1jam dari pengambilan. Penggunaan refrigerator pun kontraindikasi terhadap specimen collection, dikarenakan organisme fastidious seperti Haemophillus Influenzae, Neisseria Mengitidis tidak akan bertahan.
Indikasi pada lumbar puncture dibagi menjadi 4 kategori penyakit major, yaitu infeksi meningeal, subarachnoid hemorrhage, CNS malignancy, penyakit demyelinating. Namun indikasi CSF lebih diperlukan dan penting untuk infeksi meningitis. Sedangkan untuk penyakit lain, cenderung untuk menyediakan fakta-fakta suportif diagnosis klinik.

CSF examination.
1. Gross examination.
Normal : bersih dan tidak berwarna, kekentalan seperti air.
Turbidity : leukocyte >200 sel/µL, eritrocyte >400 sel/µL.
Penggumpalan : traumatic tap, complete spinal block, suppurative dan tubercolous meningitis.
Viscous :metastatic mucin-producing adenocarcinoma, cryptococcal adenocarcinomas.
Xanthochromia : warna supernatant pada saat CSF telah disentrifugasi menjadi merah muda pucat sampi kuning, atau warna lain seperi ;

Selain itu xanthochromia dapat terjadi juga karena oxihemoglobin yang berasal dari pecahnya RBC dikarenakan kontaminasi detergen dari jarum atau collecting tube, dan dapat juga dikarenakan jeda lebih dari 1 jam tanpa dimasukkan ke dalam refrigerator sebelum terjadinya penilaian, dan juga dikarenakan kontaminasi merthiolate disinfectant.
Perbedaan antara hemorrhage yang terjadi akibat traumatic trap dengan yang terjadi akibat patologis adalah ; pada traumatic trap, cairan hemorrhage terlihat jelas antara collection tube pertama dan ketiga, tetapi pada subarachnoid hemorraghe seragam.
2. Microscopic examination.
Jumlah total sel : leukocyte : normal 0-5 sel/µL, neonates <30 sel/µL.
Differential count : teknik Wright’s-stained smear.
Normal pada dewasa lymphocytes : monocytes = 70:30, pada anak-anak monocyte lebih banyak, hingga 80%.
Peningkatan neutrophil  bacterial meningitis.
Peningkatan lymphocytes  viral dan Tb meningitis.
Peningkatan eosinophil  parasit dan fungal infeksi.
3. Chemical examination.
Konsentrasi total protein dari plasma <1% blood level (15-45 mg/dL)
Peningkatan CSF protein :
-peningkatan permeabilitas BBB (meningitis, hemorrhage)
- penurunan resorption pada arachnoid villi.
- mechanical obstruction (tumor)
- peningkatan intrathecal immunoglobin synthesis ( Guillain-Barre synd, multiple sclerosis)
-Teknik : turbidimetric, colorimetric.
Jumlah glukosa darah pada saat berpuasa sekitar 60% dari plasma (50-80 mg/dL). Hypoglycorrhacia menandakan bacterial, tuberculous dan fungal meningitis.
Enzim : - lactate dehydrogenase normal <40U/L, meningkat pada bacterial meningitis.
- Creatine kinase (CK) normal < 5U/L, meningkat pada demyelinating disease, seizures, stroke, malignant tumors, meningitis dan head injury.
4. Microbiological examination.
Teknik gram stain.
Meningitis : -bacterial (group B streptococcus dan gram negative rods)
-viral (enteroviruses/polioviruses)
-fungal (Cryptococcus pada pasien AIDS)
-tuberculous.
Bacterial Viral Tubercular Fungal
WBC Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Sel Neutrophil Limphocytes Limphocytes & monocytes Limphocytes & monocytes
Protein elevated Marked Moderate Moderate to marked Moderate to marked
Glukosa Menurun Normal Menurun Sedikit menurun
Synovial fluid
Merupakan cairan kental yang terdapat pada ruang antar sendi. Berasal dari ultrafiltrasi plasma yang berkombinasi dengan asam hyaluronik yang diproduksi oleh sel synovial, jumlah normalnya kurang dari 3,5mL. Memiliki molekul dan ion kecil dengan konsentrasi yang sama dengan yang ada pada plasma, sedangkan molekul yang besar tidak ada atau jumlahnya hanya sedikit.
Fungsi : - sebagai pelumas dan bahan perekat.
-menyediakan nutrisi untuk avascular articular cartilage.

Specimen collection dengan cara arthrocentesis. Antikoagulan oxalate, lithium, heparin dan EDTA dapat membentuk crystal yang akan membuat kekeliruan pada saat microscopic examination, sehingga tidak dapat digunakan.
Specimen : -microbiological : 3-10mL dengan menggunakan heparinized tube atau syringe.
-microscopic examination : 2-5mL dengan mengguanakan anticoagulant tube (sodium heparin atau liquid EDTA)
-chemical analysis : 5mL dengan mengguanakan tube tanpa anticoagulant.Walaupun terdapat fibrinogen, synovial fluid pada keadaan normal tidak memiliki gumpalan.
-culture : 1-2mL jika menggunakan green top heparin tube, dengan heparin 143U/tube.
Laboratory examination terhadap synovial fluid sangat diperlukan untuk diagnosis penyakit sendi, terutama pada infeksi arthritis dan yang dikarenakan oleh crystal. Pada pasien suspect, harus dilakukan arthrocentesis dan systematic examination pada synovial fluid, walaupun pada beberapa penyakit sendi tidak memungkinkan adanya diagnosis yang lebih spesifik, namun penanganan penyakit sendi harus dilakukan secara cepat dikarenakan kerusakan pada sendi yang bersifat irreversible dapat terjadi hanya dalam satu hari saja.
Gross examination :
-total volume.
-warna : dievaluasi dengan menggunakan clear glass tube dengan background berwarna putih. Keadaan normal, synovial tidak berwarna namun terkadang berwarna kuning pucat yang dikarenakan oleh diapedesis RBC yang dikarenakan trauma menengah. Pada infalmasi atau noninflamasi, biasnaya berwarna kuning terang hingga kuning (xanthochromia). Cairan septic berwarna kuning, cokelat, atau hijau berdasarkan chromagen yang produksi oleh organisme yang menyerang dan respon host, dan juga munculnya WBC dan RBC.
-kejernihan : berdasarkan jumlah dan type dari partikel yang ada di synovial.
-normal : transparan.
-leukocyte : translucent.
-banyak crystal : buram.
-banyak crystal kolesterol : seperti susu.
Microscopic examination :
Menghitung jumlah sel 1 jam setelah melakukan arthrocentesis. Menggunakan hematocytometer atau automated cell counter. Inkubasi menggunakan hyaluronidase. Jumlah normal <150-200/µL.
Differential count :
Normal : neutrophils 20%, lymphocytes 15%, monocyte & macrophage 65%, eusonophilia 2%
Elevated : -neutrophils : inflamasi, gout, RA.
-lymphocyte : early RA, infeksi kronis.
-monocyte : viral infection.
-eusonophilia : RA, metastatic carcinoma, parasitic infection.
Crystal examination : adanya crystal pada synovial menunjukan terjadinya inflamasi akut dengan peningkatan WBC dan neutrophils-predominant infiltrate. Gout menunjukan terjadinya penggumpalan crystal pada jaringan artikular. Inflamasi respon dari penggumpalan crystal adalah gouty arthritis. Endogen crystal yang paling sering mengakibatkan gouty arthritis adalah monosodium urate monohydrate, calcium pyrophosphate dihidrate, apatite, basic kalsium phosphate, kalsium oxalate, dan lipid. Selain basic calcium phosphate, semua endogen crystal dapat diamati dengan polarized light microscope.
-Monosodium urate monohydrate (MSU) : karakteristik dari urate gout akut dan inflamasi pada septic arthritis.
-calcium pyrophosphate dihidrate : degenerative arthritis, dan juga arthritis dengan hypomagnesemia, hemochromatosis, hyperparathyroidism, dan hypothyroidism.
Mucin clots test.
Merupakan penambahan asam acetic pada synofial fluid sehingga membentuk gumpalan mucin. Test ini menggambarkan dilutasi dan depolimerasi dari asam hyaluronic, yang dapat ditemukan pada beberapa imflamasi arthritis.
Glukosa.
Intrepertasi tepat dari nilai glukosa pada synovial fluid memerlukan perbandingan dengan level serum. Dalam keadaan serum synovial ini berjumlah kurang dari 10mg/dL. Jumlah dari serum ini kurang berguna untuk klinik, dikarenakan satu macam jumlah dapat mencerminkan lebih dari satu macam inflamasi atau kelainan.
Protein.
Jumlah normal 1,38g/dL. Pengkuran dengan protein synovial fluid tidak spesifik, sensitivitas hanya sekitar 52% dan spesifikasi hanya 56% untuk inflamasi disorder. Total level protein synovial tidak sepenuhnya berguna untuk diagnosis dan treatment.

Enzyme.
Peningkatan lactate dehidrogenase mencerminkan terjadinya gout, RA, arthroplasties, infeksi arthritis, peningkatan ini biasanya disebabkan infiltrasi neutrophils. Peningkatan acid phosphatase biasanya menunjukan negative prognostic jumlah dari RA, tetapi tidak spesifik. Walaupun analisis enzim pada synovial fluid biasanya tidak berkaitan dengan klinik, namun pengukuran pada beberapa macam hidrolase dapat membantu memprediksi prognosis sendi, terutama RA.

Lipid.
Keadaan normal, synovial fluid hanya mengandung sedikit konsentrasi lipid dibandingkan dengan plasma. Kolesterol dengan banyak pseudochylous berhubungan dengan RA kronis. Lipid droplets berhubungan dengan trauma. Chylous effusions berhubungan dengan RA, systemic lupus erythematosus (SLE), filariasis, pankreatis, trauma. Lipid tidak memiliki clinical value untuk joint fluid analysis. Dalam kasus ini tingkat kolesterol dibandingkan dengan tingkat pada plasma.

Immunologic studies.
Sekitar 60% pasien RA, ditemukan rheumatoid factor pada synovial fluidnya, dengan titer yang sama atau lebih sedikit dibandingkan dengan serum titer. Antinuclear antibody (ANA)pada synovial fluid ditemukan sekitar 70% dari pasien SLE dan 20% dari pasien RA. Normalnya komplemen pada synovial fluid hanya sekitar 10% dari serum level, meningkat sekitar 40-70% pada inflamasi, sebanding dengan protein eksudat.
Microbiological examination.
-gram stain : memiliki tingkat sensitivitas bermacam-macam, sekitar 75% untuk sthapylococcus, 50% untuk kebanyakan gram negative organisme, dan kurang dari 25% untuk gonococcal infections.
-culture : memiliki sensitivas sekitar 75-95% untuk nongonococcal infeksi sendi dengan pasien yang tidak menggunakan antibiotic. Untuk pasien gonorrhea hanya sekitar 10-50%.
-reaksi polimer chain dengan universal primer : mendeteksi DNA bakteri.
-PCR test.
-KOH/calcufluor white stain : penilaian synovial fluid untuk pasien yang bekerja sebagai travel atau outdoor untuk mendeteksi fungal pathogen.
-synovial biopsy : untuk pasien dengan kronis arthritis dan memiliki resiko factor berupa mycobacterium tuberculosis atau nontuberculosis, dan sangat disarankan untuk suspect tuberculosis arthritis untuk mendapatkan diagnosis yang cepat.
-Ziehl-Neelsen atau Kinyoun stain : memiliki sensitivitas sekitar 20% untuk acid-fast organsime.

Penyimpanan Urin dan Preservasi

Urine Storage and Preservation



Penyimpanan dan Pengawetan Urin sama – sama memiliki tujuan penting untuk menjaga integritas urin dan mencegah pertumbuhan mikroba pada urin tersebut . Pencegahan tersebut dilakukan dengan menyimpan langsung spesimen urin yang baru dikumpulkan kedalam refrigrator , dan jika dibutuhkan tambahkan bahan – bahan kimia untuk pengawetannya . Dalam penyimpanan urin, sebaiknya urin disimpan pada suhu 4°C dalam refrigrator dan urin tersebut dimasukkan terlebih dahulu kedalam botol tertutup untuk memperkecil perubahan susunan urin oleh kuman – kuman . Idealnya spesimen tersebut harus dikirim ke laboratorium dan dianalisis dalam waktu 1 jam setelah pengumpulan .



Bahan yang digunakan sebagai pengawet :



a. Sodium Florida : Digunakan untuk tes glukosa , menghambat pertumbuhan

bakteri dan mencegah glikolisis sel .

b. Formalin : Mengawetkan elemen – elemen dalam urine .

c. HCL : Mengawetkan kalsium untuk tes phosporus .

d. Boric Acid : - Mengawetkan elemen urin seperti estriol dan esterogen

selama lebih dari 7 hari .

- Mengawetkan Kreatinin, Asam urat, Glukosa

- Mempertahankan pH dan mengawetkan protein .

e. Sodium Carbonate : Mengawetkan Porphyrin, urobilin .

f. Toluena : Menghambat perombakan urin oleh kuman dan baik dipakai

untuk mengawetkan glukosa .

g.Thymol : Mempunyai daya awet seperti Toluena

h.Natrium Carbonate : Mengawetkan Urobiinogen jika hendak menentukan

ekskresinya per 24 jam .

i.Asam Sulfat Pekat : Mengawetkan Urin untuk penetapan kuantitatif kalsium,

nitrogen, dan zat organik lain .

j. Formaldehyde, mercury, benzoate : Meningkatkan berat jenis urin

Basic Routine Urinalysis

BASIC (ROUTINE) URINALYSIS
1. Specimen evaluation : memastikan spesimen pada kondisi baik
• Pemberian label (labelling)
• Spesimen yang tepat untuk pemeriksaan
• Pemberian pengawet
• Melihat tanda tanda fisik terjadinya kontaminasi
• Delayed transport significant deterioration
2. Gross / physical examination
Warna
• Kuning terang : normal
• Merah : hematuria, hemoglobinuria
• Kuning cokelat atau hijau cokelat : bile pigments (bilirubin)
• Jingga merah atau jingga cokelat : urobilin
• Cokelat tua atau hitam : hemoglobin methemogoblin
Kejernihan
• Jernih : normal
• Keruh : RBC, epitelial cell, spermatozoa
• Cloudy : presence of various cellular element (co’ leukosit)
• Chyuria : urine contains lymph
• Lipiduria : urine contains lipid
Odor (bau)
• Faint, aromatic odor : normal
• Ammoniacal, fetid odor : bacterial contamination
• Maple syrup : MS urine disease
• Cabbage : methionin malabsorption
• Rotting fish : trymethylaminuria
Volume
• Normal : 600–2000ml/hari
• Increase in urine volume (polyuria)
1. Excessive intake (polydipsia)
2. Deficiency of antidiuretic hormone
3. Chronic renal failure
4. Osmotic diuresis
• Decrease in urine volume (oliguria)
1. Acute renal failure
2. Water deprivation
Spesifik gravity dan osmolality
• Gravity yaitu perbandingan berat komponen dengan berat larutan
Normal : 1003-1035
Hypostenurik : < 1007 Isotenurik : > 1000
• Osmolality yaitu konsentrasi partikel yang punya tekanan osmotik dalam suatu larutan
Normal : 500-800
3. Chemical screening
• Ph normal : 4,6-8
1. Acid urine
Diet : high meat protein, fruit
Drugs : ammonium chloride
Metabolic / respiratory acidosis
2. Alkaline urine
Diet : fruit
Drugs
Disease
3. Methods : reagent strip, ph electrode, titrable
• Protein normal : 8-10mg/dl
1. Existence : postural proteinuria, protein in elderly
2. Qualitative categories of proteinuria : glomerular dan tubular pathern, overflow proteinuria
3. Methods : semi quantitative, reagent strip, microalbuminaria
• Glucose
1. In urine : glycosuria (DM, pregnancy, pancreatic disease) hyperglcemia > 180-200 mg/dl
2. Method : reagent strip, copper reduction test
• Kadar keton : penyebab corbs metabolism atau absorption defect or inadequate amount of carbs in diet. Fatty acid metabolism meningkat keton bodies appear excrete in urine
• Darah, Hb, bilirubin
Bilirubin conjugated bilirubin excess in blood skeam excreted in urine (billirubinia)
Urobilinogen : normal 0,5-2,5mg/24h
4. Examination of urine
Deteksi gangguan dari renal dan urinary tract process

Routine urinalysis (LAB ACT)

1. Pemeriksaan fisik urin : warna, kekeruhan, spesific grafity, odor
2. Pemeriksaan kimiawi urin : menggunakan reagen strip untuk melihat kadar :
• Ph
• Protein
• Glucose
• Keton
• Bilirubin
• Darah
• Urobilin
• Nitrit
• Leukosit esterase
3. Urin sediment : pada tube, dilihat dengan mikroskop untuk menghitung WBC< RBC, sel epitel dengan 100 HPF.
Metode Urinalisis
Urinalisis yaitu suatu metode analisis zat zat yang di mungkinkan terkandung dalam urin.
Dasar (rutin) prosedure urin:
1. Tuangkan 10-15ml spesimen urin dicampur dengan baik menjadi sebuah tabung centrifuge sekali pakai. lakukan pemeriksaan fisik dengan evaluasi kimia strip reagent. Centrifugasi di 450g selama 5 menit.
2. Hati hati dalam menghapus dan menyimpan supernatant. Volume akhir yang di gunakan untuk endapan resuspend mungkin berbeda dengan sistem standar yang digunakan tetapi harus tetap konstan dalam laboratorium tertentu. Gunakan pipet sekali pakai, tabung khusus, atau sistem pipet mengendapkan konsentrasi.
3. Terdapat resuspend lembut dalam sediment di supernatant yang tersisa, tambahkan satu tetespewarna supravital jika diinginkan. Dengan menggunakan pipet yang baik, isi area yang di ukur dari slide yang telah terstandarisasi. Biarkan urin mengendap selama 30-60 detik
4. Periksalah dengan daya yang rendah dan tinggi. Cahaya yang lemah atau fase-kontras pencahayaan akan dibutuhkan untuk mndeteksi endapan entitas dengan indeks bias rendah. Fine focus seharusnya terus diatur atur saat mengamati. Sistematis berjalan di seluruh ruang pengamatan, berhati hati saat memeriksa sepanjang tepi casts.
5. Menghitung jumlah casts setidaknya 10 LPF, rata rata dan melaporkan jumlah cetakan per LPF. Rentang yang masuk akal mungkin akan digunakan dalam laporan. Gunakan daya tinggi untuk mengidentifikasikan casts pertipenya. Casts tidak akan hilang jika fase kontras mikroskop digunakan.
6. Mengidentifikasikan dan menghitung eritrosit, leukosit dan sel sel epitel ginjal menggunakan kekuatan tinggi. Perhitungan minimal 10 hpf, rata rata dan melaporkan sebagai sel/hpf. Rentang/jarak yang masuk akal mungkin dapat dijadikan laporan.
7. Ulasan:
a. Skuamosa dan sel sel transisi jikaada dalam jumlah besar atau sebagai fragmen (sel yang dapat berubah bentuk)
b. Bakteri, yast, dan mikroorganisme
c. Krital. Kehadiran kristal abnormal harus dikonfirmasi secara kimia dan berhubungan dengan sejarah penyakit pasien
d. Tdapat banyak lendir
8. Pengamat merekomendasikan untuk konfirmasi hasil berikut dengan pemeriksaan cytopathologic atau uji khusus kimia (kristal):
a. Lebih dari dua sel epitel ginjal/hpf
b. Patologic casts
c. Atypicai sel mononuklear, terutama sel sel urothelial
d. Fragmen jaringan
e. Pathologic kristal

Review seluruh laporan, dan harus berkorelasi dengan informasi klinis yang tersedia. Perbedaan harus diselesaikan sebelum merilis laporan. Nilai normal untuk prosedure: 0-10 sel darah merah / hpf, 0-10 WBCs / hpf, 0-2 gips hialin / LPF. Nilai akan bervariasi, tergantung pada sistem standar yang digunakan. Melakukan urinalisis rutin membantu alat diagnostik dalam bekerja dan tindak lanjut dari berbagai gangguan sistem urin.
Automated Urinalysis
Beberapa instrument telah dikembangkan untuk sebagian atau seluruhnya mengautomatisasi urinalysis rutin. Selain untuk meningkatkan alur kerja otomatisasi juga dapat menstandardisasi beberapa aspek manual urine. Sebagian besar instrumen ini dapat dihubungkan dengan sistem informasi laboratorium, memfasilitasi laporan dan hasil pengambilan.
Beberapa instrumen tersedia untuk mengotomatisasi baik makroskopik / analisis kimia atau bagian bagian mikroskopis dari urinalisis rutin. Sebagai contoh, reagen kimia perjalanan urin menganalisa dari beberapa produsen dilengkapi untuk pengukuran otomatis dari strip reagent.
IRIS stasasiun kerja Urinalysis menggabungkan beberapa subsistem otomatis untuk melakukan urinalisis lengkap. Bobot diukur dengan meteran gravitasi massa, kimia urin di ukur dengan spektofotometer reflectance standar dan analisis mikroskopis difasilitasi dengan sistem mikroskop yang canggih. Tidak ada sentifugasi yang terlibat dan penanganan speciment sangat minimal. Dalam analisis spesimen urin dituangkan kedalam instrumen masuk ke strip reagen kimia urin. Strip reagen ini kemudian di tempatkan di photometer reflectance platform pembaca. Kimia urin secara otomatis dihitung, membaca dan dikumpulkan oleh komputer internal. Sebagian dari spesimen dialihkan ke osilator harmonik tekad gravitasi massa dan sisa spesimen kemudian diwarnai dan dimasukkan ke ruang aliran laminar dimana unsur unsur terbentuk dan digambarkan oleh kamera video yang dipasang pada mikroskop dan lampu stoboskopik yang memungkinkan untuk menghentikan gambar bergerak. Gambar sel, gips, kristak, ragi, dan bakteri yang ditemukan di endapan tersebut kemudian disortir menurut ukuran dan disajikan kepada operator pada layar sensitif sentuhan untuk identifikasi, karena volume ruang aliran laminar dikenal gambar dapat dihitung dan yang berkaitan dengan volume urine dengan presisi yang melibihi apa yang dapat diperoleh dengan spesimen disentrifugasi, kaca slide, dan cover slip. Sistem dapat menghapus kebutuhan untuk analisis mikroskopik dalam banyak kasus. Komputer kemudian mengkonsolidasikan laporan untuk dicetak atau transmisi ke sistem informasi laboratorium (LIS).
Sistem IRIS mendasarkan analisis pada analisis gambar sel. Cara lain untuk menganalisis gambar sel dan membuang air kencing dengan aliran cytometry. Analisis ini biasanya noda membran DNA dan elemen elemen yang terbentuk dalam urin asli, lulus sample sebagai aliran laminar melalui sinar laser, dan mengukur cahaya bubar fluoresence, dan impedansi. The UF-100 menganalisis aliran urine oleh cytometry, dan memberikan hasil kuantitatif untuk merah dan sel darah putih, sel epitel, casts dan bakteri. Dapat mendeteksi ragi, kristal, dysmorphic sel darah merah dan atologis cetakan dalam urin. Teknologi ini mungkin berguna dalam menurunkan jumlah spesimen urin rutin yang memerlukan mikroskop. Nilai normal lebih sedikit dari 20 sel darah merah/mikrol, kurang dari 25 WBCs/mikrol, dan lebih sedikit dari 2000 bakteri/mikrol. Serupa dengan pemeriksaan mikroskopis urin pada spesimen, dan impedansi. The UF-100 menganalisis aliran urine oleh cytometry, dan memberikan hasil kuantitatif untuk merah dan sel darah putih, sel epitel, casts dan bakteri. Dapat mendeteksi ragi, kristal, dysmorphic sel darah merah dan atologis cetakan dalam urin. Teknologi ini mungkin berguna dalam menurunkan jumlah spesimen urin rutin yang memerlukan mikroskop. Nilai normal lebih sedikit dari 20 sel darah merah/mikrol, kurang dari 25 WBCs/mikrol, dan lebih sedikit dari 2000 bakteri/mikrol. Serupa dengan pemeriksaan mikroskopis urin pada spesimen Unspun.

Formasi Urin

URINE FORMATION
Pada orang dewasa normal, kira-kira 1200 mL darah disaring oleh ginjal setiap menit, yang merupakan sebanding dengan sekitar 25% dari cardiac output. Glomerulus (jmlah normalnya setidaknya 1 juta untuk setiap ginjal) menerima darah melalui arteriol afferent dan ultrafiltrasi dari plasma melewati dari setiap glomerulus ke kapsula Bowman. Dari sini hasil filtrasi melewati tubulus dan saluran-saluran pengumpulan tempat me-reabsorpsi atau sekresi dari berbagai substansi dan konsentrasi urin terbentuk pada akhirnya. Glomerulus normalnya memfiltrasi sekitar 180 L dalam 24 jam yang dapat mengurangi 1-2L, tergantung pada status dehidrasinya. Urin terbentuk dalam ginjal melewati dari renal pelvis, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal mengambil bagian dalam beberapa fungsi regulasi. Melewati filtrasi glomerulus dan tubular sekresi, banyak produk pembuangan dieliminasi dari tubuh termasuk produk nitrogen dari katabolisme protein dan antara organik dan anorganik asam dan basa. Cairan, elektrolit (termasuk sodium, potassium, calcium, dan magnesium), dan status asam-basanya dapat diatur dalam homeostasis. Selanjutnya, ginjall melakukan regulasi hormon penting dengan memproduksi eritropoietin dan renin, serta aktivitas vitamin D. Setiap kesalahan fungsi pada ginjal atau penyakit sistemik dapat terlihat pada perubahan urin secara kimia atau sitologi.